logo
Ilustrasi pajak.
Makroekonomi

Rp546 T Menguap per Tahun Imbas Pembangkangan Pajak

  • Potensi menguapnya pendapatan itu berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp386 triliun serta pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun per tahun, atau total Rp546 triliun. Jumlah ini dapat membiayai 5.460 unit Sekolah Rakyat, program pendidikan yang menjadi andalan Prabowo Subianto.

Makroekonomi

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA—Bank Dunia mengungkap Indonesia rata-rata kehilangan potensi pendapatan Rp546 triliun per tahun dampak dari ketidakpatuhan pajak. Angka itu merujuk analisis data perpajakan Indonesia pada 2016-2021, tertuang dalam laporan berjudul Economic Policy: Estimating Value Added Tax (VAT) and Corporate Income Tax (CIT) Gaps in Indonesia.

Potensi menguapnya pendapatan itu berasal dari pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp386 triliun serta pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp160 triliun per tahun, atau total Rp546 triliun. Jumlah ini dapat membiayai 5.460 unit Sekolah Rakyat, program pendidikan yang menjadi andalan Prabowo Subianto. 

Sebagai informasi, pemerintah mengucurkan biaya operasional setiap Sekolah Rakyat sebesar Rp100 miliar. “Rata-rata kesenjangan kepatuhan PPN antara 2016-2021 mencapai 43,9% dari VAT Total Tax Liability (VTTL) atau 2,6% dari produk domestik bruto (PDB),” ujar Bank Dunia dalam laporan.

“Secara nominal, kesenjangan kepatuhan tersebut mencapai rata-rata Rp386 triliun pada periode yang sama,” imbuh Bank Dunia. Di sisi lain, Bank Dunia mencatat Indonesia mampu mengumpulkan penerimaan dari PPN sebesar Rp412 triliun di 2016, tumbuh ke Rp481 triliun pada 2017, dan menuju Rp537 triliun pada 2018.

PPN sedikit merosot ke Rp532 triliun pada 2019, turun kembali ke Rp450 triliun pada 2020, sampai akhirnya naik lagi ke Rp552 triliun pada 2021. Sementara itu, compliance gap RI juga besar dari tahun ke tahun senilai Rp339 triliun, Rp340 triliun, Rp351 triliun, Rp410 triliun, Rp463 triliun, dan Rp418 triliun.

Pemilik Kesenjangan Tertinggi

Bahkan, Indonesia menjadi pemilik kesenjangan kepatuhan pajak tertinggi dibandingkan lima negara berkembang lain (43,9%). Sebagai informasi, Filipina mencatat compliance gap 38% dari estimasi PPN yang seharusnya bisa dipungut, Kosta Rika 31%, Turki 20%, Bulgaria 10 %, dan Afrika Selatan 5% dari VTTL.

Adapun hilangnya potensi pendapatan dari PPh Badan alias Corporate Income Tax (CIT) rata-rata tembus Rp160 triliun setiap tahun. Ini setara 33% dari CIT Total Tax Liability (CTTL) atau 1,1% dari PDB. “Fluktuasi yang cukup besar dari kesenjangan PPh Badan dapat terjadi akibat ketidaksesuaian angka penerimaan pajak dan estimasi kewajiban,” ungkap Bank Dunia. 

Tax amnesty alias pengampunan pajak yang pertama kali digelar pada 2016-2017 menjadi salah satu faktor. Kesenjangan akibat kebijakan yang dipilih pemerintah alias policy gap dalam PPh Badan memang lebih besar ketimbang celah kepatuhan pajak. Bank Dunia mencatat ini setara 35,9% dari potensi yang ada atau 1,8% terhadap PDB.

Baca Juga: Mengejar Wajib Pajak, Korupsi Pajak Jalan Terus

Hal itu berbanding terbalik dengan potensi penerimaan yang hilang dari PPN lebih besar bersumber dari compliance gap. "Secara rata-rata, estimasi kesenjangan (compliance gap dan policy gap) PPN dan PPh Badan mencapai 6,4% dari PDB atau Rp944 triliun antara 2016-2021,” tutur Bank Dunia.

Lebih lanjut, total potensi hilangnya penerimaan pajak Rp944 triliun selama enam tahun itu berasal dari pembulatan sumber kehilangan compliance gap senilai Rp548 triliun. Kemudian, ditambah potensi raibnya pendapatan pajak imbas policy gap sebesar Rp396 triliun.

Tax Ratio pun Anjlok

Sementara itu, rasio penerimaan pajak (tax ratio) Indonesia pun sangat buruk. Bank Dunia mencatat rasio penerimaan pajak Indonesia terhadap produk domestik (PDB) Indonesia termasuk yang terendah di dunia, hanya 9,1% di 2021. “Ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara berpenghasilan menengah regional lain,” ujar Bank Dunia. 

Informasi yang dihimpun TrenAsia.com, Kamboja mampu mencapai tax ratio level 18% terhadap PDB, Malaysia 11,9%, Filipina 15,2%, Thailand 15,7%, dan Vietnam 14,7%. Indonesia bahkan diklaim berada dalam tren negatif yang mengkhawatirkan selama satu dekade terakhir. 

Hal itu mengacu pada perbandingan data sepuluh tahun sebelumnya alias tahun 2011 “Dibandingkan dengan rasio yang diamati sepuluh tahun lalu, angka (tax ratio) 2021 mengalami penurunan sekitar 2,1 poin persentase,” ungkap World Bank.