Pesawat Garuda Indonesia (GIAA)
Korporasi

Rugi Garuda Indonesia (GIAA) Kuartal I-2024 Susut 20 Persen

  • PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sepanjang tiga bulan pertama tahun ini berhasil memompa pendapatan usaha ke level Rp11,58 triliun.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) sepanjang tiga bulan pertama tahun ini sukses mencatatkan kinerja impresif dengan pendapatan yang bertumbuh positif. Tak ayal, kerugian maskapai penerbangan plat merah itu mengalami penyusutan sekitar 20,97% secara tahunan. 

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa malam, 30 April 2024, perolehan rugi Garuda Indonesia yang diatribusikan ke entitas induk berada di level US$87,04 juta atau setara Rp1,41 triliun. 

Kerugian emiten berkode  saham GIAA sepanjang kuartal I-2024 itu turun 20,97% secara tahunan dari posisi periode yang sama tahun lalu sebesar US$110,14 juta. Pencapaian tersebut jelas tak bisa dipisahkan kebijkan perseroan yang melakukan restrukturisasi utang sejak 2022 lalu. 

Di samping itu, Garuda Indonesia sepanjang tiga bulan pertama tahun ini berhasil memompa pendapatan usaha ke angka US$711,98 juta atau setara Rp11,58 triliun (kurs Rp16.200). Jumlah tersebut melenting 18,07% secara tahunan dibandingkan periode saham tahun lalu sebesar US$602,99 juta. 

Lini Cuan 

Kenaikan pendapatan usaha juga terjadi di seluruh lini bisnis perseroan. Asal tahu saja, selain bisnis penerbangan berjadwal, Garuda Indonesia juga memiliki beberapa lini bisnis seperti penerbangan tidak bejadwal atau charter dan bisnis lainya meliputi perbaikan pesawat dll. 

Lebih rinci, kontribusi cuan terbesar GIAA berasal dari penerbangan berjadwal, mencapai US$599,01 juta atau 84,13% dari total pendapatan usaha. Pendapatan dari segmen ini mengalami pertumbuhan sebesar 18,19% dibandingkan dengan kuartal I-2023.

Dari bisnis penerbangan tidak berjadwal atau charter, Garuda Indonesia berhasil meraih pendapatan sebesar US$19,68 juta pada kuartal pertama tahun ini. Angka tersebut menandai pertumbuhan sebesar 53,57% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023, yang mencapai US$12,81 juta.

Sementara itu, sisa pendapatan sebesar US$93,28 juta berasal dari beragam bisnis lainnya GIAA antara lain pemeliharaan dan perbaikan pesawat, biro perjalanan, layanan terkait penerbangan, jasa boga, fasilitas, hotel, transportasi, dan lain-lain. Segmen ini mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 11,92% dari kuartal I-2023 yang sebesar US$83,35 juta.

Beban

Kenaikan pendapatan Garuda Indonesia pada kuartal I-2024 juga dibarengi beban operasional penerbangan yang meningkat 7,19% menjadi US$371,07 juta dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$346,18 juta. 

Adapun pos beban lainnya juga turut membengkak seperti beban pemeliharaan dan perbaikan, beban umum dan administrasi, beban bandara, beban tiket, penjualan, dan promosi, serta beban pelayanan penumpang.

Meskipun mengalami kenaikan beban, Garuda Indonesia berhasil mencatat keuntungan selisih kurs sebesar US$7,84 juta, dibandingkan dengan kerugian sebelumnya sebesar US$19,74 juta. 

Selain itu, GIAA juga berhasil memperoleh bagian atas hasil bersih dari entitas asosiasi yang mencapai US$841,88 ribu, naik dari angka pada kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar US$575,42 juta.

Bahkan, beban lainnya juga mengalami penurunan yang signifikan, turun dari US$1,51 juta menjadi US$314,5 ribu. Hal ini menyebabkan kerugian sebelum pajak perusahaan menurun menjadi US$100,76 juta dari sebelumnya US$131,43 juta.

Neraca Keuangan

Dari perspektif neraca keuangan, per 31 Maret 2024, total aset Garuda Indonesia mencapai US$6,72 miliar. Dengan pembagian aset lancar dan aset tidak lancar masing-masing berada di level US$679 juta dan US$6,04 miliar.

Sementara itu, kewajiban yang harus ditanggung Garuda Indonesia atau liablitas per 31 Maret 2024 berada di angka US$8,09 miliar. Jumlah tersebut hampir tidak berubah dari posisi 31 Desember 2023 yang berada di level US$8,01 miliar. 

Namun, jumlah liablitas jangka pendek Garuda Indonesia tercatat mengalami kenaikan dari posisi akhir tahun lalu sebesar US$1,16 miliar menjadi US$1,39 miliar. Sedangkan liabilitas jangka panjang tercatat menurun tipis dari level US$6,8 miliar menjadi US$6,70 miliar. 

Di sisi lain, modal atau ekuitas Garuda Indonesia per 31 Maret 2024 mencapai level US$1,37 miliar. Jumlah tersebut sedikit mengalami peningkatan dari posisi akhir tahun lalu sebesar US$1,28 miliar. 

Dari lantai bursa, saham GIAA terpantau mengalami penguatan 1,64% ke level Rp62 per saham pada penutupan perdagangan Selasa, 30 April 2024. Meski begitu, sepanjang tahun ini, nilai emiten penerbangan plat merah itu tertekan sekitar 16,22%.