Rugi Investasi Dianggap Korupsi (Serial 1) : Strategi BPJS Ketenagakerjaan Hindari Unrealized Loss
Laporan khusus terkait dugaan korupsi dan risiko unrealized loss yang membayangi portofolio investasi saham dan reksa dana membuat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.
Nasional
JAKARTA – Risiko kerugian yang belum terealisasi (unrealized loss) yang membayangi portofolio investasi saham dan reksa dana membuat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek berencana menarik diri dari bursa saham.
Dugaan unrealized loss pertama kali diungkapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) saat melakukan pemeriksaan terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Kendati demikian, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah mengaku, penyidik sulit menentukan kerugian negara atas pengelolaan investasi BPJS Ketenagakerjaan.
“Jadi untuk kasus BPJS TK dan Pelindo II ini kan sebenarnya kendalanya masih sama, bisa jadi karena sebatas perhitungan risiko bisnis atau memang ada perbuatan tindak pidana,” ucap Febrie dalam konferensi pers, Rabu 24 Maret 2021.
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- Cegah Ledakan Kasus COVID-19, Pemerintah Geser dan Hapus Hari Libur Nasional Ini
- Penyaluran KPR FLPP: BTN Terbesar, Tiga Bank Daerah Terbaik
Untuk diketahui, unrealized loss dapat diartikan sebagai penurunan nilai aset investasi akibat fluktuasi pasar modal. Menyadari portofolio saham dan reksa dana memiliki risiko besar di tengah fluktuasi pasar modal, Direktur Utama (Dirut) BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo bakal merealokasi komposisi investasi untuk mencegah unrealized loss di pasar modal.
Anggoro merinci, portofolio saham dan reksa dana BPJS Ketenagakerjaan mencapai 17% dan 8% dari keseluruhan dana investasi Rp486,38 triliun. Dengan kata lain, dana yang ditempatkan BPJS Ketenagakerjaan di saham dan reksa dana tercatat sebesar Rp82,68 triliun dan Rp38,9 triliun.
Rencana realokasi portofolio saham dan reksa dana ditempuh usai program Jaminan Hari Tua (JHT) mengalami defisit sejak 2018 hingga Februari 2021. Rasio kecukupan dana JHT terus menyusut dari 96,6% pada 2018 menjadi Rp95,2% pada Februari 2021.
“Kami bisa melakukan perubahan dari saham dan reksa dana ke obligasi atau investasi langsung. Sehingga secara perlahan kami akan rekomposisi aset yang ada untuk meminimalisir risiko pasar yang terjadi saat ini,” kata Anggoro di hadapan Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 30 Maret 2021.
Beda Persepsi Risiko Dirut Baru
Head of Research Creative Trading System Argha Jonathan Karo Karo menyebut, rencana realokasi investasi saham dan reksa dana BPJS Ketenagakerjaan ikut dipengaruhi oleh latar belakang Dirut BPJS Ketenagakerjaan yang berasal dari bidang perbankan.
“Karena dia orang baru dan melihat portofolio sahamnya tidak sesuai return-nya dengan risiko yang dia pahami sebagai seorang bankir,” kata Jonathan dalam diskusi virtual yang digelar PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa 13 April 2021.
Anggoro Eko Cahyo memang tercatat lama berkarier di perbankan, tepatnya di PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI. Dirinya pernah menduduki jabatan strategis sebagai Direktur Konsumer BNI pada 2015-2018, Direktur Keuangan BNI 2018-2020, hingga Wakil Direktur Utama BNI.
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
- Pemberdayaan Perempuan di Perusahaan Jepang Masih Alami Krisis Pada Tahun 2021
Jonathan juga melihat langkah Dirut Anggoro untuk membeberkan rencana realokasi membuat pasar modal Indonesia terguncang.
“Bagaimana pun jualan saham harus ada yang beli, cuman kenapa disampaikan duluan bukan after. Eksekusinya salah, secara prinsip memang sudah tepat,” ucap Jonathan.
Portofolio BPJAMSOSTEK
BPJS Ketenagakerjaan diketahui menempatkan lima portofolio saham pihak berelasi atau di emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sebanyak 150 juta unit, Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebanyak 86,9 juta unit.
Kemudian ada PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) masing-masing sebanyak 46,9 juta, 46,6 juta, dan 46,5 juta unit.
Adapun portofolio saham BPJS Ketenagakerjaan lainnya ditempatkan di PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sebanyak 60 juta unit, Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) 34 juta unit, PT Astra International Tbk (ASII) 26 juta unit.
Lalu PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) masing-masing mencapai 25 juta dan 23 juta unit.
“Secara persentase (portofolio saham) bisa berkurang dengan tidak memberikan dana premi yang diterima BPJS Ketenagakerjaan di tiap bulannya ke bursa di mulai 2021 . Ini bisa menjadi langkah yang lebih smooth bagi BPJS untuk mengurangi portofolio saham,” tutur Jonathan.
- Tidak Mampu Bayar Kupon Global, BEI Gembok Saham Garuda Indonesia
- Basis Investor Ritel Menguat, Kemenkeu Optimis SBN Ritel Diburu Investor
- 23 Perusahaan Antre IPO: Pak Erick, Masih Belum Ada BUMN di Daftar BEI
Direktur Pengembangan Investasi BPJS Ketenagakerjaan Edwin Ridwan menjelaskan, alokasi investasi lebih besar bakal ditujukan pada kepemilikan surat utang. Dirinya juga mengungkap, rencana BPJS Ketenagakerjaan untuk mengurangi portofolio saham merupakan efek dari pandemi COVID-19.
“Kondisi pasar modal banyak dipengaruhi sentimen global dan dampak negatif pandemi COVID-19, sehingga memicu peningkatan volatilitas,” kata Edwin dalam pesan singkat kepada TrenAsia.com, Rabu 14 April 2021.
Kendati demikian, Edwin belum bisa membeberkan rencana penarikan investasi saham yang akan ditempuh BPJS Ketenagakerjaan. Senada, Direktur Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja juga enggan berkomentar banyak soal rencana penarikan investasi saham mau pun realokasi investasi ke surat utang.
Siap Suntikan Dana ke INA
Penyesuaian itu, kata Edwin, bertujuan untuk mengoptimalisasi return dalam jangka panjang. Alokasi dana investasi ini bakal ditujukan untuk Surat Berharga Negara (SBN), surat utang korporasi, dan kerja sama dengan Indonesia Investment Authority (INA)
“Penyesuaian portofolio investasi yang dilakukan secara bertahap dalam jangka panjang, dengan menambah alokasi pada surat utang, baik SBN maupun surat utang korporasi yang memenuhi persyaratan, dan mengoptimalkan investasi langsung,” sambung Edwin.
Dana investasi untuk INA bakal berasal dari program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Suntikan dana BPJS Ketenagakerjaan untuk INA dapat mencapai Rp64,6 triliun.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- Tandingi Telkomsel dan Indosat, Smartfren Segera Luncurkan Jaringan 5G
- Bangga! 4,8 Ton Produk Tempe Olahan UKM Indonesia Dinikmati Masyarakat Jepang
Pasalnya, berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada 2019, besaran penerimaan BP Jamsostek dari dua program ini mencapai Rp64,6 triliun.
Adapun penerimaan program JHT pada 2019 mencapai Rp47,42 triliun, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp42,69 triliun. Sementara itu program JP mengalami kenaikan dari Rp14,86 triliun pada 2018 menjadi Rp17,18 triliun pada tahun 2019.
“Setiap kegiatan investasi yang dilakukan juga telah melalui proses kajian fundamental, teknikal, manajemen risiko dan compliance yang komprehensif,” tegas Edwin. (SKO)
Artikel ini merupakan serial laporan khusus yang akan bersambung terbit berikutnya berjudul “Rugi Investasi Dianggap Korupsi.”