<p>lippokarawaci.co.id</p>
Korporasi

Rugi Lippo Karawaci Milik Konglomerat Mochtar Riady Ambles Tiga Kali Lipat Lebih, Kok Bisa?

  • Emiten properti yang didirikan oleh konglomerat Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp8,89 triliun pada 2020.

Korporasi

Reza Pahlevi

JAKARTA – Emiten properti yang didirikan oleh konglomerat Mochtar Riady, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp8,89 triliun pada 2020.

Rugi ini melonjak 348,3% atau tiga kali lipat lebih dari catatan tahun sebelumnya yang sebesar Rp1,98 triliun. Rugi per saham dasar pun meningkat menjadi Rp125,86 dari sebelumnya Rp43,84.

Mengutip laporan keuangan tahunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa, 11 Mei 2021, pendapatan bersih Lippo Karawaci sebenarnya hanya turun tipis 3,01% menjadi Rp11,81 triliun dari sebelumnya Rp12,32 triliun.

Pendapatan ini disumbangkan dari pengembangan real estat yang sebesar Rp3,25 triliun, meningkat 9,4% dari sebelumnya Rp2,97 triliun. Selanjutnya, layanan kesehatan menyumbangkan pendapatan Rp7,11 triliun, naik tipis 1,3% dari sebelumnya Rp7,02 triliun.

Beban pokok pendapatan LPKR tercatat Rp7,68 triliun, turun tipis 0,6% dari sebelumnya Rp 7,72 triliun. Ini pun membuat laba kotor perusahaan tercatat Rp4,13 triliun, turun 7,23% dari sebelumnya Rp4,45 triliun.

Beban-beban membengkak

Dalang di balik rugi bersih LPKR yang ambles tiga kali lipat adalah pembengkakan di berbagai pos beban perusahaan. Pertama, beban lainnya tercatat melonjak 170,5% menjadi Rp5,61 triliun dari sebelumnya Rp2,08 triliun.

Mengutip catatan atas laporan keuangan, terdapat penghapusan nilai persediaan tanah sebesar Rp3,25 triliun di pos ini. Tahun sebelumnya, penghapusan nilai persediaan hanya tercatat Rp443,12 miliar.

Kedua, beban keuangan juga melonjak 106,3% atau lebih dari dua kali lipat menjadi Rp1,87 triliun dari sebelumnya Rp904,14 miliar. Terdapat peningkatan liabilitas sewa menjadi Rp439,74 miliar dari sebelumnya Rp27,5 miliar yang diakibatkan perubahan PSAK 30 menjadi PSAK 73.

Selain itu, tercatat juga pendanaan signifikan di pos beban keuangan sebesar Rp323,46 miliar. Tidak ada pendanaan signifikan yang tercatat pada tahun sebelumnya. Pinjaman bank juga meningkat menjadi Rp171,68 miliar dari sebelumnya Rp32,7 miliar.

Terakhir, LPKR juga mencatatkan bagian rugi dari entitas asosiasi sebesar Rp2,48 triliun. Ini berbanding terbalik dari catatan tahun sebelumnya yang laba Rp143,2 miliar.

Catatan beban-beban yang bengkak luar biasa ini pun membuat rugi sebelum pajak LPKR tercatat sebesar Rp9,31 triliun. Rugi ini meroket 459,2% dari sebelumnya yang sebesar Rp1,67 triliun.

Posisi kas perusahaan pun tertekan, terjadi penurunan sebesar Rp1,7 triliun sepanjang 2020. Ini membuat posisi kas akhir tahun menjadi Rp2,99 triliun, turun 36,1% dari posisi awal tahun yang sebesar Rp4,69 triliun.

Liabilitas perusahaan juga membengkak 36,7% menjadi Rp28,29 triliun pada akhir 2020. Liabilitas jangka pendek membengkak 53,7% menjadi Rp10,57 triliun dan jangka panjang membengkak 28,2% menjadi Rp17,7 triliun.

 Ekuitas LPKR pun tertekan sepanjang 2020. Tercatat, total ekuitas turun 31,4% menjadi Rp23,57 triliun dari sebelumnya Rp34,38 triliun. Ada defisit laba senilai Rp6,62 triliun pada 2020, berbanding terbalik dari tahun sebelumnya yang mencatatkan saldo laba Rp3 triliun.

Total aset pun turun 5,8% menjadi Rp51,87 triliun dari sebelumnya Rp55,08 triliun. Total aset ini didominasi aset lancar yang tercatat Rp33,08 triliun sementara aset tidak lancar tercatat sebesar Rp18,79 triliun. (RCS)