<p>Ilustrasi kelapa sawit. / Pixabay</p>
Industri

Rugi Perusahaan Sawit Grup Bakrie Bengkak Jadi Rp4,46 Triliun

  • Kerugian perusahaan sawit milik Grup Bakrie, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. (UNSP) semakin membengkak. Sepanjang 2019, nilai kerugiannya mencapai Rp4,46 triliun, melonjak 141% dari Rp1,85 triliun pada 2018.

Industri

Sukirno

Sukirno

Author

Kerugian perusahaan sawit milik Grup Bakrie, PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. (UNSP) semakin membengkak. Sepanjang 2019, nilai kerugiannya mencapai Rp4,46 triliun, melonjak 141% dari Rp1,85 triliun pada 2018.

Mengutip laporan tahunan perseroan yang dirilis Rabu, 20 Mei 2020, Bakrie Plantations berhasil membukukan nilai penjualan sebesar Rp1,98 triliun sepanjang tahun 2019 atau naik 1,6% dari Rp1,95 triliun di 2018.

Penjualan ini ditopang dari komoditas sawit dengan nilai penjualan Rp990 miliar, komoditas karet Rp330 miliar dan komoditas oleokimia Rp660 miliar.

Akan tetapi, beban pokok penjualan justru melonjak lebih tinggi sebesar 11,38% dari Rp1,67 triliun menjadi Rp1,86 triliun. Catatan itu diperparah adanya kerugian atas penurunan nilai sebesar Rp3,52 triliun dari Rp535,54 miliar pada 2018.

Direktur Utama Bakrie Plantations, Bayu Irianto mengatakan, strategi peningkatan produktivitas berkelanjutan yang sedang dilakukan akan lebih banyak lagi dirasakan dampak positifnya dalam jangka menengah dan panjang.

“Melanjuti fokus peningkatan produktivitas kebun dan pabrik, kami akan lanjutkan dengan langkah konkret peningkatan produktivitas aset lainnya dan perbaikan struktur permodalan. Kami optimistis, dalam jangka menengah dan panjang perseroan akan kembali bangkit menemukan momentum yang terbaik menjadi salah satu perusahaan perkebunan yang memiliki fundamental bisnis yang kuat,” kata Bayu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 20 Mei 2020.

Terlepas dari kerugian yang diderita, Direktur & Investor Relations Bakrie Plantations Andi W. Setianto menyampaikan, perseroan terus bekerja keras meningkatkan produktivitas aset kebun. Di antaranya dengan peremajaan menggunakan bibit unggul, dan pabrik sampai ke produk hilir sawit oleokimia di Kuala Tanjung Sumatera Utara yang beroperasi sepanjang tahun 2019.

Bahkan, perseroan punya pembeli utama P&G/Procter & Gamble, di tengah rerata harga komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dunia 2019 di level US$560 per ton CIF Rotterdam yang lebih rendah dibandingkan level US$590 di 2018.

“Optimalisasi produktivitas pabrik, juga dilakukan dengan pembelian buah sawit dari petani yang tidak memiliki pabrik sekaligus membantu kesejahteraan mereka,” kata Andi.

Selain itu, perseroan juga telah melakukan inovasi melalui pengembangan bibit unggul yang menghasilkan produksi buah sawit lebih banyak dengan luasan lahan kebun yang sama.

Saat ini produktivitas sawit nasional hanya sekitar 3 ton CPO per hektar per tahun, dimana dengan bibit unggul potensi produktivitas bisa meningkat setelah program peremajaan (replanting).

Produktivitas bibit unggul Perseroan bisa menghasilkan 10 ton CPO per hektare per tahun, dengan produksi 40 ton buah sawit per hektare per tahun dan ekstraksi CPO-nya 25%, sesuai hasil lapangan bibit unggul perseroan yang sudah disertifikasi.

Dengan bibit unggul, kata dia, luas lahan kebun tidak perlu bertambah, menghasilkan produksi CPO berlipat ganda yang meningkatkan lagi produksi biodiesel untuk ketahanan energi nasional.

Perseroan melihat bibit unggul dan program peremajaan sawit rakyat sebagai kunci kesejahteraan petani dan produktivitas sawit yang berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan energi nasional.

Saham UNSP masih berada di level terendah Rp50 per lembar. Kapitalisasi pasar saham UNSP senilai Rp125 miliar dengan imbal hasil negatif 50,98% dalam setahun terakhir. (SKO)