Rugi Rp1,42 Triliun, Anak Usaha Garuda Kini Fokus ke Bisnis Gas Turbin
JAKARTA – PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) mulai semakin agresif untuk menancapkan kuku ke bisnis nonaviasi maintenance, reparation and overhaul (MRO). Anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) ini mulai bersiap masuk ke bidang Industrial Gas Turbine Engine (IGTE). VP Corporate Secretary & Legal GMFI Rian Fajar Isnaeni menyebut, divesifikasi dilakukan […]
Industri
JAKARTA – PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI) mulai semakin agresif untuk menancapkan kuku ke bisnis nonaviasi maintenance, reparation and overhaul (MRO). Anak usaha PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) ini mulai bersiap masuk ke bidang Industrial Gas Turbine Engine (IGTE).
VP Corporate Secretary & Legal GMFI Rian Fajar Isnaeni menyebut, divesifikasi dilakukan guna memaksimalkan peluang di luar bisnis aviasi yang masih tertekan akibat pandemi COVID-19.
Bisnis nonaviasi itu mencakup pekerjaan perawatan dan perbaikan generator untuk pembangkit listrik. Plus, perbaikan instalasi rotor gas turbin, motor compressor, dan motor traksi.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
“Ke depannya, perseroan akan mengembangkan kapabilitas dan kapasitas perawatan dan perbaikan IGTE melalui kerjasama-kerjasama dengan berbagai pihak, guna menambah volume bisnis perseroan pada segmen nonaviasi,” terang Rian dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis 22 Oktober 2020.
GMFI sendiri sejatinya sudah memulai bisnis MRO dari sebelum perseroan melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO). Namun kini, penetrasinya semakin dikebut demi menyelamatkan perseroan dari dari pagebluk COVID-19.
Laporan keuangan perseroan, GMFI memang merugi US$99,34 juta setara Rp1,42 triliun (kurs Rp14.302 per dolar AS) di semester I-2020. Nilai ini berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Saat itu, perusahaan masih mencatatkan laba bersih US$7,79 juta atau Rp111,5 miliar.
Sebab itu, demi bisa bertahan hidup, segmen nonaviasi pun mau tidak mau harus digenjot. Rian menyebut, perusahaan sudah menargetkan untuk meningkatkan volume bisnis segmen usaha IGTE hingga 10% dari total pendapatan perseroan.
“Secara jangka panjang, perusahaan menargetkan untuk meningkatkan volume bisnis segmen usaha IGTE hingga mencapai lebih dari 10% dari total pendapatan perseroan dan sisanya ditunjang oleh bidang usaha aviasi,” pungkas dia.