Pekerja beraktivitas di proyek Tunnel 2 Kereta Cepat Jakarta-Bandung di kawasan Purwakarta, Jawa Barat, Selasa, 21 April 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Nasional

Runyamnya Pemerintah RI dan China Bahas Pembengkakan Biaya Kereta Cepat

  • Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan negosiasi dengan pihak dari China masih terus dilakukan, terkait dengan pembengkakan biaya atau cost overrun.

Nasional

Feby Dwi Andrian

JAKARTA - Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menyampaikan negosiasi dengan pihak dari China masih terus dilakukan, terkait dengan pembengkakan biaya atau cost overrun.

Saat ini menurut Dwiyana, pihaknya mengklaim ada salah mengenai perbedaan perhitungan.

Hal itu ia ungkapkan seusai rapat bersama dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen Jakarta, Kamis, 8 Desember 2022.

"Sama China negosiasi cost overrun itu memang belum selesai, betul. Saat ini sedang proses negosiasi," katanya.

Ia menuturkan, perhitungan cost overrun dari pihak China lebih kecil dari perhitungan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Hal tersebut diakibatkan China belum mengakui adanya pajak pengadaan lahan, persinyalan Global System Mobile-Railway (GSM-R) untuk sistem perkeretaapian yang gratis di China.

"Pemerintah Indonesia menyampaikan pajak pengadaan lahan harus dibayar, GSMR ya harus dibayar juga. Kondisinya berbeda dengan China," tambahnya.

Lantas, ia menyampaikan bahwa tergetnya perhitungan tersebut harus selesai pada bulan ini. Sejalan dengan rencana pencairan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) senilai Rp3,2 triliun untuk setoran ekuitas dan konsorsium Indonesia.

Sebagai informasi, berdasarkan perhitungan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) cost overrun yang terjadi pada proyek KCJB sebesar US$1,449 miliar atau sekitar Rp22 triliun (Kurs: Rp15.624)

Sementara itu, Dwiyana mengungkapkan sebelumnya cost overrun perhitungan China senilai US$980 juta atau setara dengan Rp15,31 triliun.

"BPKP mewakili pemerintah Indonesia, sementara China diwakili oleh NDRC, lalu ia menunjuk konsultan CICC. Angka hitungan mereka sekitar US$980 juta. Ada perbedaan dari cara review serta asumsi," ungkapnya.