Rupiah Menguat 1,11 Persen di Akhir 2023, Lebih Baik Dibanding Thailand dan Filipina
- Sri Mulyani menyampaikan bahwa stabilitas nilai tukar Rupiah berhasil dipertahankan. Hal ini sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia (BI).
Makroekonomi
JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa rupiah menguat 1,11% secara year-on-year (yoy) pada akhir tahun 2023, lebih baik dibanding mata uang Thailand dan Filipina.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa stabilitas nilai tukar Rupiah berhasil dipertahankan. Hal ini sejalan dengan konsistensi kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Indonesia (BI). Pada akhir Desember 2023, nilai tukar Rupiah menunjukkan penguatan sebesar 1,11% year-on-year (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya.
Menariknya, penguatan nilai tukar Rupiah ini juga melampaui kinerja mata uang negara-negara tetangga seperti Baht Thailand dan Peso Filipina yang hanya menguat masing-masing sebesar 0,76% dan 0,62% yoy.
- Bos BRI Sebut Profesi Ini Tak Tergantikan oleh AI
- Sumber Mineral (SMGA) Anak Usaha SGER Melantai Besok Pagi, Oversubscribed 23,52 Kali
- Reddit Bakal IPO, Calon Investor Sarankan Target Dana Segar Rp75 Triliun
“Penguatan ini turut didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan kembali masuknya aliran portofolio asing, sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan tetap positifnya prospek ekonomi Indonesia," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa, 30 Januari 2024.
Ketika ditanya mengenai proyeksi nilai tukar Rupiah ke depan, Sri Mulyani optimistis bahwa nilai tukar Rupiah akan tetap stabil dengan kecenderungan menguat. Ini didukung oleh meredanya ketidakpastian global, penurunan yield obligasi negara maju, dan penurunan tekanan penguatan dolar AS.
Dalam konteks ini, Menkeu melihat perkembangan positif nilai tukar Rupiah di masa depan akan didorong oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia. Sementara itu, BI terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market sebagai upaya untuk menarik aliran masuk portofolio asing dan mendalami pasar uang domestik.
Koordinasi yang kuat juga terus ditekankan guna mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023.
Senada, Gubernur BI Perry Warjiyo mengklarifikasi bahwa penguatan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat imbal hasil atau yield obligasi negara maju, khususnya obligasi Amerika Serikat (AS) atau US Treasury yang cenderung menurun.
Faktor ini berdampak pada nilai tukar rupiah, seiring dengan perubahan dalam nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara-negara di seluruh dunia yang mengalami tekanan akibat faktor internal.
- Saham Bank Mayapada (MAYA) Terus Melemah, Bursa Rilis Pengumuman UMA
- Sasar Generasi Milenial, BSI (BRIS) Tawarkan KPR Tenor 30 Tahun dengan Bunga Flat
- Sumber Mineral (SMGA) Anak Usaha SGER Tetapkan Harga IPO di Puncak
"Penguatan rupiah juga didorong oleh strategi operasi moneter pro-market, yang bertujuan untuk menjaga aliran masuk modal asing dan memperdalam pasar uang," ungkap Perry.
Menurutnya, penguatan rupiah juga diperkuat oleh kebijakan stabilitas Bank Indonesia (BI) dan masuknya portofolio asing ke pasar keuangan nasional. Berdasarkan data terkini dari BI hingga 12 Januari 2024, terdapat portofolio asing sebesar Rp15,39 triliun.
Rinciannya melibatkan aliran modal asing yang masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp2,58 triliun, pasar saham sebesar Rp6,04 triliun, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp6,89 triliun.