
Rupiah Menguat Kembali Setelah Anjlok Parah, Berikut Faktornya
- Sebelum menguat, rupiah sempat melemah hingga menyentuh Rp16.520 per dolar AS pada 28 Februari 2025, dan jika tren ini berlanjut, rupiah diprediksi bisa mencapai Rp17.000 per dolar AS pada Maret 2025.
Nasional
JAKARTA - Setelah sempat mengalami pelemahan yang signifikan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai menunjukkan tren penguatan sejak awal Maret 2025.
Sebelumnya, pengamat mata uang Ibrahim Assuaibi mengungkap penguatan ini dipicu oleh sentimen kebijakan tarif impor yang diambil oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap beberapa negara, termasuk Kanada, Meksiko, dan China.
Namun, sebelumnya, rupiah sempat tertekan akibat faktor internal dan eksternal yang memengaruhi kepercayaan investor.
Sebelum menguat, rupiah sempat melemah hingga menyentuh Rp16.520 per dolar AS pada 28 Februari 2025, dan jika tren ini berlanjut, rupiah diprediksi bisa mencapai Rp17.000 per dolar AS pada Maret 2025.
Pelemahan tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor, baik internal maupun eksternal. Dari sisi internal, kasus dugaan pengoplosan BBM oleh Pertamina yang tengah diusut Kejaksaan Agung dengan potensi kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun per tahun, serta kasus korupsi tata kelola minyak mentah periode 2018–2023, telah menurunkan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Selain itu, lesunya industri nasional juga turut berkontribusi terhadap pelemahan rupiah, dengan banyaknya perusahaan di sektor tekstil dan infrastruktur yang terpaksa tutup, perlambatan di sektor otomotif yang berujung pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), serta menurunnya daya beli masyarakat, di mana kelas menengah mulai mengandalkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari sisi eksternal, kebijakan tarif impor tambahan sebesar 10% yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump terhadap produk dari China, Eropa, Kanada, dan Meksiko, efektif mulai 4 Maret 2025, menguatkan indeks dolar AS dan menekan nilai tukar rupiah.
Selain itu, inflasi tinggi di AS memicu spekulasi bahwa suku bunga akan tetap tinggi dalam jangka panjang, menjadikan dolar AS semakin menarik sebagai safe haven.
Tidak hanya itu, tensi geopolitik di Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Palestina dan rencana pendudukan Gaza selama 7–8 tahun, turut menciptakan ketidakpastian yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi global.
- Simak Cara Tukar Uang Baru di Bank Indonesia Anti Gagal Via Aplikasi PINTAR BI
- Gas Alam Pacu Pendapatan RAJA Naik 24,91 Persen, Tapi Kenapa Laba Bersih Seret?
- Bank Mandiri Sabet Penghargaan Best FX Bank 2025 dari Global Finance
Sentimen Kebijakan Tarif AS
Sejak awal Maret 2025, rupiah mulai menunjukkan tren penguatan. Berikut pergerakan nilai tukar rupiah berdasarkan data JISDOR Bank Indonesia (BI):
- Senin (3/3): Rp16.506/US$ (menguat dari Rp16.575/US$).
- Selasa (4/3): Rp16.443/US$.
- Rabu (5/3): Rp16.371/US$.
- Kamis (6/3): Rp16.315/US$.
- Jumat (7/3): Rp16.331/US$ (menguat 0,06% dari penutupan sebelumnya di Rp16.340/US$).
Penguatan rupiah didorong oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump. Awalnya, Trump menunda penerapan tarif terhadap Kanada dan Meksiko karena adanya negosiasi terkait isu narkotika, namun pekan lalu ia memutuskan untuk tetap menerapkannya.
Selain itu, China juga dikenai tambahan tarif sebesar 10%, sehingga total tarif impor produk China ke AS meningkat menjadi 20%. Sebagai respons, Kanada, Meksiko, dan China memberlakukan tarif balasan, yang menciptakan ketidakpastian di pasar global dan turut memengaruhi pergerakan nilai tukar.
“Secara fundamental (nilai tukar rupiah) kita bagus. Tinggal kondisinya saja (faktor global), kondusif atau tidak,” ujar Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, R. Triwahyono dalam acara Taklimat Media di Jakarta, dikutip Jumat, 7 Maret 2024.
Di sisi lain, rebound pasar keuangan Indonesia juga berkontribusi terhadap penguatan rupiah. Sebelumnya, MSCI memberikan pandangan underweight terhadap pasar saham Indonesia, yang menyebabkan keluarnya investor asing dan memberikan tekanan pada rupiah.
“Ketika keluar dan mereka langsung memang back to safe haven, akhirnya mereka membutuhkan dolar. Itu yang mengakibatkan memang tekanan terhadap nilai dolar itu beberapa waktu belakangan ini memang cukup tinggi,” jelas Tri.
Namun, kondisi ini berubah setelah J.P. Morgan menaikkan peringkat saham perbankan Indonesia, yang mendorong penguatan pasar saham dan turut memperkuat nilai tukar rupiah.
“Kita lihat bahwa termasuk hari ini (Kamis) pasar saham di Indonesia relatif mengalami rebound yang cukup tinggi dan ini juga terjadi dampaknya kepada rupiah karena memang banyak di-drive oleh perilaku asing di saham,” tambah Tri.
Meskipun rupiah menunjukkan tren penguatan, ketidakpastian global akibat kebijakan tarif AS dan tensi geopolitik tetap menjadi tantangan. Di sisi lain, kebijakan dan langkah-langkah pemerintah Indonesia dalam menjaga stabilitas ekonomi, termasuk penanganan kasus korupsi dan revitalisasi industri, akan menjadi kunci untuk mempertahankan kepercayaan investor.
- Simak Cara Tukar Uang Baru di Bank Indonesia Anti Gagal Via Aplikasi PINTAR BI
- Gas Alam Pacu Pendapatan RAJA Naik 24,91 Persen, Tapi Kenapa Laba Bersih Seret?
- Bank Mandiri Sabet Penghargaan Best FX Bank 2025 dari Global Finance
Pergerakan Mata Uang Asia
Penguatan rupiah juga sejalan dengan tren positif mata uang Asia lainnya. Berikut perbandingan pergerakan mata uang Asia pada Jumat (7/3/2025):
- Mata Uang yang Menguat:
- Yen Jepang: +0,18% (terkuat di Asia).
- Peso Filipina: +0,12%.
- Won Korea Selatan: +0,09%.
- Baht Thailand: +0,04%.
- Dolar Singapura: +0,04%.
- Mata Uang yang Melemah:
- Ringgit Malaysia: -0,12% (terlemah di Asia).
- Rupee India: -0,11%.
- Dolar Hong Kong & Yuan China: -0,01%.