Rupiah Paling Loyo di Antara Mata Uang Negara Berkembang, Bagaimana Proyeksi hingga Akhir 2024?
- Kebijakan moneter AS dan Eropa memberikan dampak signifikan pada nilai tukar terhadap dolar AS, termasuk rupiah. Implikasinya jelas terhadap Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Rupiah juga tidak kebal dan ikut mengalami depresiasi.
Perbankan
JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI/BBNI) Royke Tumilaar, mengungkapkan bahwa tekanan ekonomi global mempengaruhi nilai tukar mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak ini terlihat lebih signifikan pada rupiah dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lainnya.
Royke menekankan bahwa sektor keuangan dan perekonomian global sedang berada di bawah tekanan besar, terutama akibat kebijakan moneter dari Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa.
"ECB (European Central Bank) telah menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Juni 2024, dan kemungkinan akan terus berlanjut hingga akhir tahun," ujar Royke dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang ditayangkan secara virtual, Senin, 8 Juli 2024.
- EV Dicap Lebih Hijau tapi Listrik Masih dari Batu Bara, Inilah Rekomendasi dari AEER
- Link Live Streaming Prancis Vs Belgia di 16 Besar Euro 2024
- Harga Nikel Bebani Laba INCO, Analis Ungkap Prospeknya
Sementara itu, The Federal Reserve (the Fed) masih mempertahankan suku bunga di angka 5,5 %. Royke menambahkan bahwa bank sentral AS ini hanya akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin sepanjang tahun ini.
Royke mengungkapkan, kebijakan “higher for longer” masih berlaku dan hanya akan menurunkan suku bunga 25 basis poin tahun ini, dibandingkan proyeksi 75 basis poin pada Maret 2024.
Royke mengakui bahwa kebijakan moneter AS dan Eropa memberikan dampak signifikan pada nilai tukar terhadap dolar AS, termasuk rupiah. Implikasinya jelas terhadap Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Rupiah juga tidak kebal dan ikut mengalami depresiasi.
Menurut data yang dimilikinya, depresiasi rupiah lebih dalam dibandingkan mata uang negara berkembang lainnya.
"Dari awal tahun hingga akhir Juni, rupiah telah melemah sebesar 6,4 %, lebih dalam dari rata-rata negara berkembang lainnya yang sebesar 5,3 %," jelas Royke.
- Harus Anda Hindari, Inilah 7 Kesalahan dalam Menggunakan Kartu Kredit
- Mengenal Aset-aset Keuangan untuk Pemula, Mana yang Paling Produktif?
- 5 Rekomendasi Drama Korea Tentang Hacker
Pandangan di Kuartal Ketiga dan Keempat Tahun 2024
Berdasarkan analisis terbaru, diperkirakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan mengalami tren pelemahan di kuartal ketiga tahun ini.
Meski demikian, pelemahan ini diprediksi tidak akan signifikan. Di sisi lain, di kuartal keempat, nilai tukar Rupiah diperkirakan akan menguat. Penguatan ini diasumsikan akan terjadi jika Fed mulai menurunkan suku bunga.
Para analis berpendapat bahwa jika Fed menurunkan suku bunga, maka dolar AS akan melemah dan Rupiah akan menguat. Prediksi ini didasarkan pada asumsi bahwa Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan suku bunga acuannya hingga akhir tahun. Namun, jika BI menurunkan suku bunga sebelum Fed, maka nilai tukar Rupiah bisa terpengaruh secara negatif.
Global Financial Markets DBS Bank Terence Wu mengatakan, saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal.
Salah satu faktor utama adalah kekuatan dolar AS itu sendiri. Dalam paruh kedua tahun ini, beberapa analis memprediksi bahwa dolar AS mungkin akan melemah.
Hal ini disebabkan oleh berbagai kebijakan ekonomi yang diambil oleh Federal Reserve (Fed) serta kondisi perekonomian global.
Kelemahan mata uang lain di Asia, seperti Yen Jepang (JPY) dan Yuan Tiongkok (RMB), juga mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Ketika mata uang Asia lainnya melemah, Rupiah sering kali mengalami tekanan yang sama. Oleh karena itu, stabilitas mata uang-mata uang tersebut juga menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar yang memperdagangkan rupiah.
Prediksi Nilai Tukar Rupiah Hingga Akhir 2024
Pada akhir tahun 2024, beberapa analis memperkirakan bahwa nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan berada di kisaran Rp15.800 per-dolar AS.
Prediksi ini didasarkan pada asumsi bahwa Fed akan menurunkan suku bunga, dan kondisi ekonomi global akan stabil. Meskipun Rupiah diprediksi akan mengalami penguatan, namun nilai tukar Rp15.000 per-dolar AS dianggap tidak realistis untuk dicapai dalam waktu dekat.
Selama kuartal ketiga, nilai tukar Rupiah diperkirakan akan bergerak dalam rentang Rp16.000 hingga Rp16.500 per-dolar AS, sedangkan di kuartal keempat, nilai tukar Rupiah diprediksi akan menguat ke kisaran Rp15.800 per-dolar AS. Pergerakan ini akan sangat bergantung pada keputusan kebijakan suku bunga Fed dan kondisi perekonomian global.
“Kita nanti akhir tahun expect Rupiahnya mungkin mengalami penguatan sedikit, mungkin sekitar Rp15.800. Tapi, ya tidak akan ke Rp15.000,” kata Terence dalam acara “Navigating the Currency Volatility: Exploring Economic Projections and FX Investments with Bank DBS Indonesia” di Jakarta beberapa waktu lalu.