<p>Sistem rudal Topol-M Rusia yang memiliki kemampuan serangan nuklir/Wikipedia</p>
Dunia

Rusia Terus Menggaungkan Nuklir

  • Rusia dalam beberapa waktu  terakhir terus meningkatkan retorika dan ancamannya tentang nuklir.

Dunia

Amirudin Zuhri

MOSKOW-Rusia dalam beberapa waktu  terakhir terus meningkatkan retorika dan ancamannya tentang nuklir.  Langkah terbaru yang dilakukan Moskow adalah dengan memulai latihan dengan sistem rudal balistik antarbenua (ICBM) Yars. 

Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu 29 Maret 2023 mengatakan secara total lebih dari 3.000 personel militer dan  sekitar 300 peralatan terlibat dalam latihan.

Sistem rudal Yars dibangun untuk menggantikan sistem Topol. Presiden Vladimir Putin menyebutnya sebagia bagian dari senjata tak terkalahkan Rusia. Yars juga menjadi komponen andalan persenjataan nuklir yang berbasis darat Rusia.

“Selama latihan, sistem mobile Yars akan melakukan manuver di tiga wilayah Rusia,” kata Kementerian Pertahanan Rusia melalui saluran Telegram Rabu 29 Maret 2023.

Mereka akan melakukan serangkaian tindakan untuk menyamarkan dan melawan sarana pengintaian udara modern. Latihan akan  bekerja sama  unit Distrik Militer Pusat dan Angkatan Udara.

Ada beberapa karakteristik taktis dan teknis yang dikonfirmasi dari ICBM  Yars. Rudal  dilaporkan memiliki jangkauan operasional 12.000 km  dan dapat membawa banyak hulu ledak nuklir yang dapat ditargetkan secara independen. Selain sistem mobile, Yars juga ditempatkan di silo.

Latihan ini menjadi gemeretak pedang nuklir terbaru yang ditunjukkan Rusia. Dalam beberapa hari terakhir Moskow terus mengangkat isu ini di tengah perang di Ukraina yang tidak mengalami banyak kemajuan.

Sebelumnya Putin menandatangani dekrit yang menyetujui penempatan nuklir taktis di Belarusia. Sergei Ryabkov, wakil menteri luar negeri Rusia mengatakan  tindakan ini sebagai sebuah pesan untuk Amerika dan NATO tentang keseriusan situasi.

Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patushev juga mengeluarkan ancaman. Dia mengatakan Rusia sabar dan tidak berusaha menakut-nakuti siapa pun dengan keunggulan militernya. “Rusia memiliki senjata modern unik yang mampu menghancurkan musuh mana pun, termasuk Amerika Serikat,” katanya.

Di bagian lain Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan Moskow telah menangguhkan pembagian informasi tentang kekuatan nuklirnya dengan Amerika Serikat. Ini termasuk pemberitahuan tentang uji coba rudal.

Dia mengatakan semua pertukaran informasi dengan Washington telah dihentikan. Ini  setelah Kremlin menghentikan partisipasinya dalam pakta senjata nuklir terakhir yang tersisa dengan Amerika.

Bulan lalu Vladimir Putin menangguhkan perjanjian New START. Rusia juga tidak dapat menerima inspeksi Amerika atas situs nuklirnya berdasarkan perjanjian.

Moskow menekankan bahwa pihaknya tidak menarik diri sama sekali dari pakta tersebut dan akan terus menghormati pembatasan senjata nuklir.

Kementerian luar negeri Rusia awalnya mengatakan Moskow akan terus memberi tahu AS tentang rencana peluncuran uji coba rudal balistiknya. Tetapi sepertinya sikap itu telah berubah

Sehari sebelumnya Amerika menyatakan saat ini pihaknya diizinkan secara hukum untuk menahan pembaruan data dua tahunan tentang nuklir mereka. Washington menyebut ini  sebagai tanggapan atas pelanggaran Rusia terhadap New START.

Di bawah ketentuan perjanjian kedua negara harus berbagi data tentang hulu ledak nuklir yang dikerahkan setiap dua tahun sekali. Amerika Serikat telah mengatakan kepada Rusia  mereka akan berhenti bertukar data terperinci tentang cadangan senjata nuklirnya.

Amerika dan Rusia memiliki hampir 90 persen hulu ledak nuklir dunia. Jika digunakan semua cukup untuk menghancurkan planet bumi beberapa kali lipat.  New START  ditandatangani pada 2010 dan akan berakhir pada 2026. Dalam perjanjian itu  Moskow dan Washington dapat mengerahkan tidak lebih dari 1.550 hulu ledak nuklir strategis. Selain itu  dibatasi untuk memiliki 700 rudal,  bomber dan kapal selam yang bisa menembakkannya.

John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional  Amerika kepada wartawan mengatakan Rusia belum sepenuhnya mematuhi dan menolak untuk membagikan data sesuai  New START. Karena Rusia menolak  mematuhi, Amerika akhirnya memutuskan untuk tidak membagikan data itu. “Untuk kami perjelas, bahwa data  hanya akan dibagikan lagi jika Rusia juga siap untuk melakukannya,” katanya.