RUU Kesehatan: Akademikus Desak Sosialisasi Sebelum Ketok Palu
- Hal itu dinilai penting mengingat RUU tersebut kini masih memicu polemik, termasuk pasal-pasal yang membahas pertembakauan.
Nasional
JAKARTA—DPR diminta melakukan sosialisasi intens kepada warga sebelum mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan. Hal itu dinilai penting mengingat RUU tersebut kini masih memicu polemik, termasuk pasal-pasal yang membahas pertembakauan.
Akademikus Universitas Gadjah Mada (UGM), Arif Mundayat, mengatakan DPR perlu melakukan sosialisasi menyeluruh agar warga mengetahui substansi RUU Kesehatan yang akan diketok palu dalam waktu dekat. “Sebenarnya mereka perlu proses sosialisasi. Hal itu terkait poin-poin kesepakatan yang telah dicapai atau yang belum tercapai,” ujar Arif dalam keterangannya, dikutip TrenAsia, Selasa 3 Juli 2023.
Diketahui pembahasan RUU Kesehatan terus memicu polemik lantaran dinilai tidak berpihak pada masyarakat. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Kesehatan yang berisi 43 lembaga bahkan meminta pemerintah dan DPR menunda pengesahan RUU tersebut. Sejumlah alasannya yakni RUU belum mengupayakan partisipasi bermakna, urgensi hingga substansi RUU tersebut.
Ahli Tata Negara dan Hukum Kesehatan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, mendorong pemerintah dan DPR mempertimbangkan masak aspek hukum, sosial, polirik dan kesejahteraann masyarakat sebelum mengasahkan sebuah RUU. “Penting adanya kajuan mendalam yang mempertimbangkan kepentingan publik serta dampak jangka panjang dari keputusan tersebut.”
- Juara 3 Dunia, Nilai Ekonomi Syariah Indonesia Tahun 2022 Tembus Rp2.375 Triliun
- Terapkan Aspek Sosial dalam Semangat ESG, United Tractors (UNTR) Raih Penghargaan Tempat Kerja Terbaik di Asia
- Inflasi Indonesia Turun jadi 3,52 Persen pada Juni 2023
Pukul Industri Hasil Tembakau
Ketua DPD Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur, K Mudi, mengatakan para petani khawatir dengan dinamika pembahasan RUU Kesehatan. Pihaknya menyebut sejumlah pasal dalam RUU yakni Pasal 154 hingga Pasal 158 potensial mengganggu industri hasil tembakau. “Kami menolak seluruhnya pasal-pasal tersebut. Kami minta semua pasal bermasalah yang terkait pertembakauan dikeluarkan (dari RUU),” ujarnya kepada TrenAsia, Selasa.
Mudi mencontohkan Pasal 154 ayat 3 yang mengelompokan tembakau dengan narkoba dan zat psikotropika bisa memicu persepsi yang merugikan bagi industri tembakau. Pihaknya khawatir nantinya ada pembatasan, pengawasan ketat hingga pelarangan menanam tembakau apabila RUU tersebut digolkan. “Pasal tersebut sama saja menganggap tembakau ilegal. Ini bisa menimbulkan ketakutan petani tembakau, efeknya tentu sampai ke industri,” ujarnya.
Selain itu, pasal-pasal yang mengatur standardisasi produk tembakau hingga larangan iklan rokok secara ketat bisa membuat IHT semakin terpukul. Saat ini APTI Jatim menyebut serapan hasil tembakau petani sudah lesu lantaran penurunan produksi. Hal itu tak lepas dari naiknya cukai tembakau hingga peredaran rokok ilegal. “Jangan sampai RUU Kesehatan salah arah, malah menambah masalah.”