
Saat Laba Menipis, Target Saham Gudang Garam (GGRM) Kena Gunting
- Emiten rokok, Gudang Garam (GGRM) alami penurunan laba bersih hingga 81% pada 2024. Alhasil, sekuritas gunting target harga saham perseroan dengan rekomendasi hold.
Bursa Saham
JAKARTA – Target harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dipangkas oleh Sucor Sekuritas dari Rp13.625 menjadi Rp8.995 per saham. Revisi ini menyusul penurunan laba bersih yang signifikan pada 2024, seiring tekanan margin keuntungan yang tidak sebanding dengan kenaikan beban operasional. Sucor juga memberikan rekomendasi hold terhadap saham GGRM.
Pada perdagangan Senin, 14 April 2025, saham GGRM tercatat menguat 2,66% ke level Rp9.650 per saham. Namun secara year to date, saham ini masih terkoreksi 26,34%, menandakan tekanan yang masih berlanjut terhadap kinerja perseroan.
Sucor menilai prospek GGRM masih dibayangi sejumlah tantangan, mulai dari tingginya sensitivitas pasar terhadap harga produk sigaret kretek mesin (SKM), lemahnya pengembangan portofolio sigaret kretek tangan (SKT), hingga minimnya inovasi di segmen rokok elektrik (e-cigarette).
- Usai Reli, Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp8.000 per Gram
- LinkedIn Top Companies 2025: Bank Mandiri Raih Peringkat Pertama dalam Pengembangan Karir di Indonesia
- Harga Sembako di Jakarta Senin, 14 April 2025, Beras Setra I/Premium Naik, Gula Pasir Turun
Tergerusnya laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 81,57% menjadi Rp980,80 miliar sepanjang 2024 menjadi perhatian utama. Angka tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir, menandai titik balik yang dramatis dalam perjalanan bisnis emiten rokok asal Kediri ini.
Sebagai perbandingan, pada 2023 Gudang Garam masih membukukan laba bersih sebesar Rp5,31 triliun. Bahkan pada kuartal IV-2024, perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar Rp11 miliar, berbalik dari laba Rp867 miliar pada kuartal III-2023.
Anjloknya laba bersih tak lepas dari penurunan pendapatan usaha yang signifikan, yakni sebesar Rp98,65 triliun pada 2024, turun 17% dibandingkan Rp118,95 triliun pada 2023. Pendapatan masih didominasi oleh penjualan SKM senilai Rp86,62 triliun, diikuti oleh SKT sebesar Rp9,37 triliun dan kertas karton sebesar Rp876,15 miliar.
Namun segmen jasa konstruksi yang sempat menyumbang besar, kini hanya menghasilkan Rp1,57 triliun, anjlok dari Rp12,4 triliun pada tahun sebelumnya. Penjualan dalam negeri tercatat sebesar Rp97,34 triliun, menyumbang lebih dari 98% total pendapatan, sementara ekspor hanya sebesar Rp1,31 triliun.
Dari sisi biaya, beban pokok pendapatan tercatat sebesar Rp89,28 triliun, menurun dari Rp104,36 triliun. Namun penurunan ini belum cukup untuk menjaga margin laba. Laba bruto merosot dari Rp14,59 triliun menjadi Rp9,37 triliun, dengan margin laba kotor yang menyusut dari 12,3% menjadi 9,5%.
Efisiensi operasional juga semakin tertekan. Beban usaha naik dari Rp7,33 triliun menjadi Rp7,69 triliun. Beban bunga, meski sedikit menurun, tetap tinggi di angka Rp502,91 miliar. Ditambah lagi beban pajak penghasilan sebesar Rp419,75 miliar, seluruhnya membuat laba usaha terjun bebas hingga 74%, dari Rp7,44 triliun menjadi Rp1,90 triliun.
Kondisi ini kontras dengan kinerja pesaing utama, PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), yang mencatat kenaikan pendapatan dari Rp115,98 triliun menjadi Rp117,88 triliun. Meski laba bersih HMSP menurun dari Rp8,09 triliun menjadi Rp6,64 triliun, penurunannya masih dalam batas terkendali.
Analis Sucor Sekuritas, Niko Pandowo, menilai pelemahan kinerja GGRM disebabkan oleh kombinasi penurunan volume penjualan SKM dan beban operasional yang meningkat. Portofolio SKT dinilai belum cukup kuat, sementara produk baru seperti rokok elektrik belum dikembangkan secara optimal.
Meski demikian, Sucor Sekuritas memproyeksikan peluang pemulihan pada 2025 dengan estimasi laba bersih mencapai Rp2,9 triliun, meski berpotensi turun kembali menjadi Rp2,4 triliun pada 2026. Namun, perlu dicatat, tanpa strategi diversifikasi yang matang dan efisiensi yang lebih agresif, posisi GGRM dalam industri hasil tembakau berisiko terus tergerus di tengah dinamika pasar dan regulasi yang makin ketat.