logo
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Bursa Saham

Saham BBRI Cs Menyala di Tengah Gejolak Perang Dagang AS

  • Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan emiten perbankan lainnya kompak menguat pada perdagangan Rabu, 5 Maret 2025. Penguatan ini terjadi di tengah kebingungan pelaku pasar terhadap kebijakan perang dagang Amerika Serikat (AS).

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan emiten perbankan lainnya kompak menguat pada perdagangan Rabu, 5 Maret 2025. Penguatan ini terjadi di tengah kebingungan pelaku pasar terhadap kebijakan perang dagang Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, hingga siang ini saham BBRI menguat 5,45% ke level Rp3.870 per saham. Sepanjang periode tersebut, saham bank ini telah ditransaksikan sebanyak 2,86 juta lot dengan valuasi mencapai Rp1,09 triliun.

Penguatan serupa juga terjadi pada saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Saham BMRI naik 2,48% ke level Rp4.960 per saham, sedangkan BBCA naik 2,82% ke level Rp9.100 per saham.

Selain sektor perbankan, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga menguat 3,36% ke level Rp2.460 per saham. Sementara itu, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) melonjak 3,90% ke level Rp80 per saham.

Kenaikan beberapa emiten dalam Indeks LQ45 mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 157 poin atau 2,47% ke level 6.538,19. Praktis, hingga tengah pekan ini IHSG melaju bak roller coaster, karena pada perdagangan sebelumnya ditutup melemah. 

Bisa dibilang investor mulai menghindari risiko (risk averse) setelah Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa tarif 25% untuk barang impor dari Kanada dan Meksiko akan mulai berlaku. Tarif impor untuk barang asal China juga akan digandakan menjadi 20%.

Pelaku Pasar Gelisah

Kenaikan tarif impor ini memicu kekhawatiran terhadap perekonomian AS. Hal ini terjadi di tengah pelemahan sejumlah indikator ekonomi dalam beberapa pekan terakhir.

Bloomberg News melaporkan bahwa pemerintahan Trump mungkin akan mengumumkan keringanan tarif atas barang-barang dari Meksiko dan Kanada. Barang-barang tersebut termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA).

Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa pengumuman tersebut bisa terjadi secepatnya pada Rabu waktu setempat. Hal ini menambah ketidakpastian bagi pelaku pasar.

“Baik Meksiko maupun Kanada telah menghubungi saya sepanjang hari ini untuk menunjukkan komitmen mereka dalam memperbaiki situasi,” ujar Lutnick dalam wawancara dengan Fox Business.

Lutnick menambahkan bahwa tarif kemungkinan akan diterapkan dalam skala menengah. Trump akan "bergerak bersama Kanada dan Meksiko, tetapi tidak sepenuhnya."

Sebelumnya, Trump menunda penerapan tarif untuk kedua negara selama satu bulan sebelum akhirnya mengizinkannya. Menurutnya, tidak ada lagi ruang untuk menunda bea masuk lebih lama.

Dampak terhadap Pasar

Tim Research Phillip Sekuritas mencatat bahwa optimisme pasca-Pemilu AS kini berubah menjadi kecemasan. Kebijakan Trump berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan inflasi.

Di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun naik menjadi 4,20% dari sebelumnya 4,16%. Meski naik, yield ini masih jauh di bawah puncaknya bulan lalu yang mendekati 4,80%.

Lebih lanjut, riset Phillip Sekuritas menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya tahun ini, pelaku pasar di bursa kontrak berjangka memperkirakan adanya tiga kali pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) sepanjang 2025.

“Pasar kini melihat peluang 50% bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga pada bulan Mei. Minggu lalu, probabilitas pasar lebih condong ke 75% bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga.”