Saham Beredar Tipis, BREN Gagal Masuk Indeks FTSE
- JSaham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mengalami Auto Rejection Bawah (ARB) setelah perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi tersebut dikeluarkan dari Indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE).
Korporasi
JAKARTA – Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) mengalami Auto Rejection Bawah (ARB) setelah perusahaan yang bergerak di sektor panas bumi tersebut dikeluarkan dari Indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE).
Berdasarkan data RTI Business, pada perdagangan Jumat, 20 September 2024, saham BREN langsung Auto Rejection Bawah (ARB) 19,23% ke level Rp8.825 per saham. Padahal jika mengukur enam bulan terakhir, saham ini masih melesat 63,43%.
Yang menjadi pertanyaan mengapa saham BREN dikeluarkan dari Indeks FTSE? FTSE Russell mengeluarkan saham emiten yang dikendalikan Prajogo Pangestu (BREN) ini akibat empat pemegang sahamnya mengendalikan 97% dari total saham yang diterbitkan perseroan.
- DPR Waspadai Intervensi Asing di Balik Pasal Diskriminatif Tembakau di PP 28/2024
- Targetkan NZE Sektor Industri Lebih Cepat di 2050, Ini Strategi Menteri Perindustrian
- Emiten Properti Grup Lippo Ini Kantongi Marketing Sales Rp741 Miliar
Penghapusan tersebut akan efektif pada pembukaan perdagangan Rabu, 25 September 2024. Sebelumnya, BREN direncanakan masuk dalam indeks FTSE Global Equity Series - Large Cap yang berlaku mulai 20 September 2024 dan efektif 23 September 2024.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mengendalikan 64,666% saham BREN, sementara sisanya dikuasai oleh Green Era Energy Pte, perusahaan afiliasi, dengan kepemilikan 23,603%.
Sebelum mengalami ARB, saham Barito Renewables (BREN) mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) pada penutupan perdagangan di BEI, Rabu (11/9/2024), dengan kenaikan Rp 400 (3,48%) menjadi Rp 11.900 per saham. Meski begitu, rekor tertinggi intraday saham BREN di level Rp 12.200 yang tercapai pada 17 Mei 2024 belum terlampaui.
Penguatan harga saham BREN dalam beberapa pekan terakhir dipicu oleh pengumuman resmi FTSE Global Equity Index yang akan memasukkan saham BREN ke dalam indeks tersebut mulai 23 September.
Selain itu, ada peluang saham BREN masuk dalam perhitungan MSCI Global Index, yang turut mendorong lonjakan harga. Hingga saat ini, kapitalisasi pasar BREN melesat menjadi Rp 1.592 triliun, memperkuat posisinya sebagai salah satu emiten terbesar di BEI.
Menang Tender
Terlepas dari itu, BREN) melalui Star Energy Geothermal, berencana menambah kapasitas pembangkit listrik panas bumi sebesar 102,6 MW. Investasi yang dibutuhkan untuk proyek ini mencapai US$346 juta.
Penambahan kapasitas tersebut akan dilakukan melalui proyek retrofitting dan pengembangan baru, yang bertujuan meningkatkan efisiensi pembangkit panas bumi yang dikelola oleh Star Energy.
CEO Barito Renewables, Hendra Tan, menyatakan bahwa peningkatan kapasitas ini dilakukan setelah Star Energy Geothermal berhasil memenangkan tender di ajang International Geothermal Conference and Exhibition 2024 (IIGCE). Langkah ini juga sejalan dengan upaya Indonesia mencapai target net zero emission.
"Ini merupakan langkah strategis bagi Star Energy Geothermal dalam memperkuat infrastruktur energi terbarukan di Indonesia. Selain meningkatkan kapasitas, proyek ini juga mendorong inovasi teknologi di sektor panas bumi," ujar Hendra Tan dalam keterangan tertulis pada Kamis, 19 September 2024.
Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang di Wayang Windu dari 230,5 MW menjadi 278,5 MW, kapasitas di Salak dari 381 MW menjadi 428,2 MW, serta kapasitas di Drajat dari 274,5 MW menjadi 281,5 MW.
Dari sisi kinerja keuangan, BREN membukukan laba bersih sebesar US$57,95 juta (Rp950,08 miliar), naik tipis 0,5% secara tahunan. Namun, total pendapatan turun 2,3% menjadi US$290,07 juta (Rp4,711 triliun) dibandingkan sebelumnya US$296,9 juta (Rp4,82 triliun).
Jika dirinci, pendapatan emiten Prajogo Pangestu ini berasal dari penjualan listrik sebesar US$132,5 juta, uap US$59,99 juta, sewa operasi US$77,69 juta, dan pembiayaan US$19,81 juta.