Pesawat Garuda Indonesia (GIAA)
Bursa Saham

Saham Garuda (GIAA) Terbang 8 Persen Seminggu Terakhir, Begini Valuasinya

  • Saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengalami lonjakan harga sebesar 8,57% dalam sepekan terakhir. Meskipun demikian, harga saham ini masih terbilang murah dibandingkan dengan perusahaan maskapai sejenis.

Bursa Saham

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA – Saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengalami lonjakan harga sebesar 8,57% dalam sepekan terakhir. Meskipun demikian, harga saham ini masih terbilang murah dibandingkan dengan perusahaan maskapai sejenis. 

Saat ini, valuasi GIAA hanya mencerminkan EV/EBITDA sebesar 1,7 kali, jauh di bawah rata-rata industri yang mencapai 3,5 kali.  Sementara itu, Sinarmas Sekuritas mencatat bahwa saham sejumlah maskapai penerbangan global diperdagangkan dengan rata-rata EV/EBITDA di atas 3,5 kali. 

Beberapa contohnya adalah maskapai JAL sekitar 3,8 kali, ANZ mencapai 3,6 kali, Korean Air 3,5 kali, dan Qantas serta Eva Air masing-masing di angka 3,2 kali. Dengan perbandingan ini, maka valuasi emiten bersandikan GIAA menunjukkan potensi diskon yang signifikan.

Analis Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, menegaskan, “Kami melihat harga saham GIAA terdiskon sangat besar dibandingkan dengan nilai wajarnya. Berdasarkan data EV/EBITDA, maskapai full service regional bertransaksi di level lebih dari 3 kali, sementara GIAA hanya sekitar 1,7 kali,” ujarnya dalam riset pada Senin, 23 September 2024.

Dari segi valuasi, prospek kinerja keuangan dan saham Garuda Indonesia (GIAA) mendapat dorongan dari sejumlah sentimen positif. Salah satu yang paling mencolok adalah rencana anak perusahaan PT GMF Aero Asia Tbk (GMFI) untuk menerbitkan hingga 12 miliar saham baru. Langkah ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang bertujuan mengintegrasikan GMFI ke dalam holding InJourney.

Melalui aksi korporasi ini, GIAA diperkirakan akan meraih pendapatan luar biasa dari penjualan aset senilai Rp 200 miliar, yang diharapkan dapat mendukung pencatatan laba perseroan untuk tahun ini.

Sinarmas Sekuritas memproyeksikan laba bersih GIAA mencapai US$123 juta pada tahun ini, meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu, yang mencapai US$252 juta. Laba tahun lalu didorong oleh adanya impairment aset non-keuangan serta keuntungan dari pembelian obligasi.

Sentimen positif lainnya datang dari maskapai Citilink yang mencatatkan tingkat keterisian kursi (SLF) penerbangan mencapai 80%. GIAA juga mencatatkan jumlah penumpang sebanyak 6,3 juta orang, naik 16% dibandingkan periode sebelumnya.

"Kami memproyeksikan jumlah penumpang GIAA akan terus meningkat seiring dengan penambahan armada. EBIT penumpang diharapkan meningkat menjadi US$ 29 juta pada paruh kedua tahun ini, didukung oleh penurunan biaya, termasuk stabilnya harga minyak," ungkap analis.

Terkait dengan penerbangan maskapai Garuda, SLF penerbangan domestiknya mencapai 85% pada kuartal II-2024, merupakan angka tertinggi sejak IPO saham perseroan. Peningkatan ini sejalan dengan penurunan harga tiket per penumpang, yang menyebabkan total penumpang Garuda meningkat 42% menjadi 4,1 juta pada paruh pertama 2024.

Selain itu, Sinarmas Sekuritas mencatat bahwa pemerintah sedang mengkaji ulang kebijakan harga tiket pesawat agar lebih terjangkau bagi masyarakat, mengingat harga tiket penerbangan domestik saat ini jauh di atas rata-rata harga tiket maskapai regional.

Berdasarkan berbagai faktor tersebut, Sinarmas Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham GIAA dengan target harga Rp220 per saham. Sementara itu, pada perdagangan hari ini saham GIAA terpantau bergerak stagnan di level Rp76 per saham. 

Mereka menegaskan bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat untuk berinvestasi di saham GIAA, mengingat harga saham yang saat ini terdiskon secara signifikan. Pasalnya, jika investor membeli saham emiten plat merah itu di harga sekarang maka berpeluang cuan sebesar 205,56%.