Maskapai penerbangan nasional, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) pada Rabu (2/2) secara resmi mulai melayani penerbangan khusus kargo Denpasar-Narita, Jepang, mulai Februari 2022.
Korporasi

Saham Garuda Indonesia (GIAA) Menguat Usai Tersengat Fakta Ini

  • Kemenangan dalam sengketa ini mungkin memberikan dampak positif terhadap situasi keuangan dan reputasi Garuda Indonesia (GIAA), sehingga memicu kenaikan harga saham.
Korporasi
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA – Saham emiten PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menguat usai anak usahanya Garuda Indonesia Holiday France S.A.S (GIHF) menang gugatan sengketa banding melawan Greylag Goosse Leasing Designated Activity Company dan Greylag Goosse Leasing di Pengadilan Tinggi Paris.

Berdasarkan data IDX Mobile pada perdagangan Selasa, 27 Februari 2024, pukul  10:52 WIB, saham emiten penerbangan plat merah bersandikan GIAA ini menguat 4,41% ke level Rp71 per saham. Dari sisi variasi harga, saham ini diperdaganganka di kisaran Rp67-Rp74 per saham.

Dalam sesi tersebut, frekuensi transaksi saham Garuda Indonesia mencapai  2,71 ribu dengan volume saham diperdagangkan mencapai 210 juta lembar saham. Sedangkan nilai transaksi (turn over) saham ini mencapai Rp15 miliar dan kapitilasi pasar mencapai Rp6,4 triliun. 

Melansir publikasi keterbukaan infomarsi Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen GIAA menjelaskan keputusan banding ini merupakan kelanjutan dari proses pengajuan pembebasan bersyarat yang dilakukan oleh GIHF pada tahun 2022. 

Tindakan hukum tersebut diambil setelah Greylag Entities mengajukan permohonan penyitaan terhadap rekening bank yang dimiliki oleh GHIF. "Putusan Paris Commercial Court memenangkan GHIF dalam perkara Judicial Release," bunyi pengumuman perseroan dalam keterbukaan informasi pada Selasa, 27 Februari 2024. 

Setelah mengalami kekalahan di pengadilan tingkat pertama, Greylag kemudian mengajukan banding. Pada tanggal 22 Februari 2024, Pengadilan Tinggi Banding Paris kembali memutuskan untuk mendukung GIHF dan memerintahkan Greylag untuk membayar sejumlah biaya.

“Greylag juga diwajibkan membayar 80.000 Euro kepada GIHF,” paparnya. Sementara itu, pihak GIAA menyatakan bahwa sengketa hukum tersebut tidak memberikan dampak langsung pada kegiatan operasional perusahaan.

Kronologi Gugatan

Sebelumnya, Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra menjelaskan kronologi sengketa antara GIHF dan Greylag Entities. Perkara ini dimulai pada 29 Desember 2022, ketika Greylag Entities mengajukan banding terhadap Putusan Judicial Liquidation yang diambil oleh Paris Commercial Court pada 25 November 2022. 

Pada 14 Desember 2023, Paris Court of Appeal menolak upaya banding yang diajukan oleh Greylag Entities dan memerintahkan mereka membayar biaya perkara pada tingkat pertama dan banding, serta membayar GIHF sebesar 30.000 Euro atau sekitar Rp507,81 juta dalam masing-masing perkara.

Irfan menyatakan bahwa penolakan banding oleh Greylag Entities tidak berdampak langsung pada kegiatan operasional perseroan. "Perseroan memastikan bahwa seluruh kegiatan operasional berjalan dengan normal," ujar Irfan dalam keterbukaan informasi dpada Selasa, 19 Desember 2023.

Bukan Kali Pertama

Sebagai informasi Greylag secara intensif menuntut Garuda Indonesia dan entitas usahanya. Perusahaan lessor ini telah mengajukan gugatan dan banding di tiga yurisdiksi. Gugatan pertama terkait entitas bisnisnya, GIHF menghadapi judicial liquidation dari dua kreditur. 

Hal ini terjadi pada 17 Agustus 2022, Greylag 1410 dan Greylag 1446 mengajukan gugatan likuidasi terhadap GIHF. Hingga pada akhirnya, pada 25 November 2022, Paris Commercial Court memutuskan bahwa gugatan Greylag 1410 dan Greylag 1446 tidak dapat diterima.

Gugatan kedua melibatkan upaya peninjauan kembali (PK) oleh kedua entitas tersebut di Mahkamah Agung RI .Pada 28 November 2022, GIAA mengajukan dua kontra memori PK terhadap permohonan peninjauan kembali atas putusan kasasi oleh dua entitas yang sama pada 18 November 2022.

Gugatan ketiga dilakukan oleh Greylag 1410 dan Greylag 1446 di New South Wales, Australia, berupa gugatan winding up application. Pada 28 November 2022, Supreme Court New South Wales, Australia, memutuskan pada winding up application yang diajukan tersebut.