Saham PT Timah (TINS) Naik 19 Persen dalam Sebulan, Tren Positif Berlanjut?
- Harga saham PT Timah Tbk (TINS) selama sebulan terakhir mencatatkan kinerja gemilang, naik 19,00% dari posisi Rp970 per saham menjadi Rp1.190 per saham. Kenaikan ini jauh melampaui kinerja saham emiten tambang plat merah lainnya
Bursa Saham
JAKARTA – Harga saham PT Timah Tbk (TINS) selama sebulan terakhir mencatatkan kinerja gemilang, naik 19,00% dari posisi Rp970 per saham menjadi Rp1.190 per saham. Kenaikan ini jauh melampaui kinerja saham emiten tambang plat merah lainnya
Data Bursa Efek Indonesia mencatat, pada penutupan perdagangan Jumat, 4 Oktober 2024, saham yang mengunakan kode sandi TINS ini menguat 1,71% ke level Rp1.190 per saham, mencerminkan kenaikan 80,30% secara year-to-date.
Sementara itu, saham BUMN tambang lainnya, PT Bukit Asam Tbk (PTBA), turun 2,29% ke Rp2.990 per saham, dan saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) juga melemah 0,65% ke Rp1.525 per saham pada akhir pekan lalu.
- Jejak Anak-Anak Presiden dalam Dunia Politik Indonesia
- Menguak Potensi dan Tantangan Biomassa di Indonesia
- Bank bjb Konsisten Dukung Industri Kreatif dan UMKM Lokal
Pertanyaannya, apakah tren kenaikan saham Timah (TINS) akan berlanjut? Meskipun sudah mencatat kenaikan yang signifikan sepanjang ytd, harga saham TINS belum mencapai level tertinggi dalam lima tahun terakhir, yakni Rp2.390 yang tercatat pada 15 Februari 2021.
Analis dari Sinarmas Sekuritas, Kenny Shan dan Inav Haria Chandra, dalam riset yang diterbitkan pekan lalu, memperkirakan tren penguatan saham TINS akan terus berlanjut. Mereka merekomendasikan beli saham ini dengan target harga Rp1.800 per saham.
Kenny dan Inav bilang TINS meruapakan perusahaan pertambangan timah terintegrasi terbesar di dunia, dengan kontrol atas 90% konsesi tambang timah di Bangka Belitung. Namun, kontribusi PT Timah terhadap total ekspor timah Indonesia hanya sekitar 30-40%, dengan sisanya dikuasai oleh perusahaan swasta yang memiliki konsesi lebih kecil.
“Pada 2024, PT Timah mengalami perubahan signifikan karena penerapan kebijakan pemerintah yang lebih ketat, seperti RKAB berjangka tiga tahun dan penerapan SIMBARA untuk melacak bijih timah yang diekspor,”jelasnya dikutip dari riset pada Senin, 7 Oktober 2024.
Selain itu, diperkirakan akan terjadi defisit suplai timah pada 2024-2025, didorong oleh peningkatan permintaan global dan pemulihan penjualan elektronik. Pengiriman semikonduktor global meningkat 17% hingga Agustus 2024, mencerminkan lonjakan permintaan timah.
Keterbatasan produksi dalam negeri dan penangguhan operasi tambang di Vietnam, pemasok utama timah bagi China, turut mendorong kenaikan harga timah. Oleh karena itu, Sinarmas Sekuritas optimistis kebijakan ini akan memperkuat posisi TINS di pasar global.
Faktor-faktor tersebut diprediksi akan berdampak positif pada kinerja keuangan TINS, dengan proyeksi laba bersih mencapai Rp1,17 triliun pada 2024 dan Rp1,22 triliun pada 2025.
Target ini didukung oleh peningkatan penjualan timah olahan menjadi 18.015 ton pada 2024 dan 20.033 ton pada 2025, serta kenaikan harga jual rata-rata timah menjadi US$30.804 per ton pada 2024 dan US$31.624 per ton pada 2025.