Saham TLKM Mendadak Diserbu Investor, Apa Katalisnya?
- Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) pada perdagangan sesi pertama Rabu, 22 Januari 2024, terpantau menguat signifikan. Hal tersebut berdampak positif bahwa saham ini telah melesat 1,48% secara year to date. Lantas, apa katalisnya?
Bursa Saham
JAKARTA – Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) pada perdagangan sesi pertama Rabu, 22 Januari 2024, terpantau menguat signifikan. Hal tersebut berdampak positif bahwa saham ini telah melesat 1,48% secara year to date. Lantas, apa katalisnya?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, saham TLKM diparkir di level Rp2.740 per saham, yang mencerminkan kenaikan 4,18% pada perdagangan berjalan hari ini. Selama periode ini saham emiten telekomunikasi ini telah ditransaksikan 805 ribu lot dengan nilai transaksi Rp219 miliar.
Sebelumnya, Samuel Sekuritas dalam riset terakhirnya, menetapkan saham TLKM sebagai pilihan utama di sektor telekomunikasi. Target harga saham ini pun dipatok sebesar Rp 3.500. Potensi cuan saham TLKM masih tebal.
- Motor Kinerja 2025 ASII: Diversifikasi dan Kendaraan Hybrid
- Mengenal Satryo Soemantri, Sosok di Balik Konsep World Class University
- Ramalan Karier dan Keuangan 12 Shio di Tahun 2025
Perusahaan dengan kode broker IF ini melihat ada potensi peningkatan rata-rata pendapatan per pengguna (average revenue per user/ARPU) seiring penurunan tingkat persaingan berkat konsolidasi operator dapat menguntungkan sektor telekomunikasi.
“Sektor telekomunikasi menjadi lebih sehat dengan fokus pada kualitas jaringan dan layanan. Strategi FMC (fixed mobile convergence) dapat meningkatkan pendapatan perusahaan telekomunikasi,” tulis tim riset Samuel Sekuritas, baru-baru ini.
Namun, karena kehadiran berbagai pemain dalam layanan fixed broadband (FBB), persaingan ketat dapat memicu perang harga, sehingga memperlambat pertumbuhan pendapatan. Pertumbuhan melambat akibat jumlah pelanggan seluler yang jenuh sebanyak 188 juta dengan tingkat penetrasi 97% serta 352 juta kartu SIM.
ARPU lebih rendah dari perkiraan – saat ini Rp 41.000 – karena potensi downtrading. Penguatan dolar AS juga merupakan kabar buruk bagi belanja modal industri telekomunikasi.
Belum lagi, beban biaya regulasi yang tinggi seperti biaya tahunan spektrum dan kontribusi Universal Service Obligation (USO) serta potensi terbatasnya penurunan suku bunga oleh The Fed dan BI pada tahun ini dapat menyebabkan biaya bunga tetap tinggi untuk operator dengan leverage, seperti PT Indosat Tbk (ISAT) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).
Meski terdapat beberapa hambatan, industri telekomunikasi di Tanah Air tetap memiliki peluang untuk memangkas biaya, mengingat ada potensi lelang spektrum berinsentif. Para perusahaan juga dapat meningkatkan kualitas jaringan dan jumlah pelanggan.
Sementara itu, teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT) dapat mendorong permintaan untuk layanan 5G dan serat optik. Dengan demikian, Samuel Sekuritas menyematkan peringkat overweight untuk sektor telekomunikasi.
Itu artinya, investor berpeluang untuk mendapatkan return lebih tinggi dibandingkan dengan sektor lain. “Itu menjadi peluang beli bagi investor,” sebut broker efek tersebut.