Salah Satu Pemimpin Tertinggi Hamas Terbunuh di Teheran, Apa Selanjutnya Yang akan Terjadi?
- Garis merah kembali dilanggar. Dan anak tangga lain pada tangga eskalasi telah dinaiki. Pertanyaan yang menggelisahkan dalam 24 jam ke depan adalah anak tangga apa yang tersisa dan apa yang ada di puncaknya?
Dunia
TEHERAN-Pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh terbunuh di ibu kota Iran, Teheran. Sebuah eskalasi besar yang memperdalam ketakutan akan perang habis-habisan di Timur Tengah.
Sejumlah laporan menyebutkan Haniyeh diserang menggunakan proyektil udara dipandu. Serangan itu terjadi pada Rabu 31 Juli 2024 sekitar pukul 02.00 dini hari waktu setempat.
Haniyeh adalah pemimpin kedua kelompok militan yang didukung Iran yang dilaporkan telah dibunuh dalam beberapa hari terakhir. Kematiannya merupakan pukulan telak bagi Hamas. Ini karena telah melenyapkan tokoh publiknya yang memimpin operasi politik kelompok tersebut saat tinggal di luar negeri.
Dalam sebuah pernyataan, Hamas menuduh Israel menargetkan Haniyeh dan pengawalnya dalam sebuah serangan terhadap kediamannya di Teheran. Sebelumnya Haniyeh menghadiri pelantikan presiden baru Iran pada Selasa 30 Juli 2024.
"Pembunuhan Saudara Haniyeh oleh pendudukan Israel adalah eskalasi serius yang bertujuan untuk mematahkan keinginan Hamas," kata pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri kepada Reuters.
Dia mengatakan Hamas akan melanjutkan jalan yang ditempuhnya saat ini, seraya menambahkan: “Kami yakin akan menang.”
Militer Israel mengatakan tidak menanggapi laporan di media asing. Meskipun pejabat senior sebelumnya telah berjanji untuk melenyapkan Hamas dan pimpinannya. Ini sebagai tanggapan atas serangan kelompok itu pada 7 Oktober terhadap Israel. Militer Israel kemudian mengatakan bahwa mereka melakukan penilaian situasional.
Sebaliknya Israel mengonfirmasi telah melakukan serangan di Beirut, Lebanon pada hari Selasa. Serangan yang mengakibatkan komandan militer paling senior Hizbullah Fu'ad Shukr meninggal dunia. Pembunuhan Fu'ad Shukr merupakan eskalasi Israel paling serius sejak konfrontasi antara Hizbullah dan Israel dimulai pada tanggal 8 Oktober.
Siapa Haniyeh?
Haniyeh yang berusia 62 tahun lahir di kamp pengungsi dekat Kota Gaza. Dia bergabung dengan Hamas pada akhir 1980-an selama Intifada Pertama. Seiring dengan semakin kuatnya Hamas, Haniyeh naik pangkat menjadi bagian dari kepemimpinan kolektif rahasia pada tahun 2004. Pada tahun 2017 ia telah menjadi kepala kelompok tersebut. Dan segera setelah itu ia ditetapkan sebagai tokoh teroris global oleh Amerika Serikat.
Selama bertahun-tahun, ia telah berpartisipasi dalam perundingan damai dengan mantan Presiden Amerika Jimmy Carter. Dan bertemu dengan para pemimpin dunia lainnya termasuk Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani, dan diplomat China Wang Kejian awal tahun ini.
Pada bulan April, serangan udara Israel membuta tiga putra Haniyeh dan empat cucunya meninggal dunia. Saat itu, Haniyeh yang bermarkas di Qatar bersikeras kematian mereka tidak akan memengaruhi gencatan senjata dan perundingan penyanderaan yang sedang berlangsung.
Haniyeh menjadi pemimpin senior Hamas kedua yang meninggal sejak dimulainya perang Israel di Gaza. Pada bulan Januari wakil kepala biro politik Haimas Saleh Al Arouri meninggal dalam serangan udara Israel di Beirut. Arouri dianggap sebagai salah satu anggota pendiri sayap militer Hamas, Brigade Izz ad-Din al-Qassam.
Akan tetapi, kelompok ini pernah mampu mengatasi kematian pemimpin kunci lainnya. Termasuk pembunuhan terhadap pendirinya Sheikh Ahmed Yassin dan Abdel Aziz Rantis. Keduanya terbunuh dalam selang waktu beberapa minggu pada tahun 2004.
Penghinaan Untuk Iran
Bagi Iran pembunuhan pada Haniyeh jelas merupakan pelanggaran berat terhadap kedaulatan mereka. Terutama pada gelembung keamanan yang seharusnya ada di ibu kota Iran. Apapun itu Haniyeh adalah tamu mereka. Dan peran mereka sebagai kekuatan regional akan terkikis jika mereka tidak dapat menjamin keselamatan sekutu yang berkunjung.
Namun Iran telah menoleransi pelanggaran serupa di masa lalu. Khususnya ketika warga non-Iran terbunuh. Kematian ilmuwan nuklir terkemuka mereka Mohsen Fakhrizadeh dari Iran disambut dengan kemarahan terbatas pada tahun 2020. Faktanya, pilihan Iran terbatas dan tidak ada satupun yang mengguncang.
Saat itu Teheran enggan untuk meluncurkan proksinya yang paling ganas Hizbullah, ke dalam perang skala penuh dengan Israel dari Lebanon. Iran juga pernah mencoba melakukan serangan habis-habisan terhadap Israel sebelumnya, pada bulan April. Ini setelah komandan senior Korps Garda Revolusi Iran meninggal dalam serangan Israel di Damaskus, Suriah. Sekitar 300 pesawat nirawak dan rudal ditembakkan. Tetapi efek serangan tidak signifikan dengan sebagian serangan berhasil dipatahkan oleh Israel, Amerika dan sejumlah negara lain
Namun demikian sekarang garis merah kembali dilanggar. Dan anak tangga lain pada tangga eskalasi telah dinaiki. Pertanyaan yang menggelisahkan dalam 24 jam ke depan adalah anak tangga apa yang tersisa dan apa yang ada di puncaknya?