Sapawastra salah satu perkumpulan pecinta kain nusantara, menggelar kegiatan kampanye melestarikan batik yang dilaksanakan dalam rangka Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober. Acara berlangsung di BSD Tangerang. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Foto

Sambut Hari Batik, Sapawastra Tampilkan Tema Lawas Gak Lawasan

  • Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan adalah batik tulis sampai awal abad ke-20 dan

Foto

Panji Asmoro

Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan ke-18 atau awal abad ke-19. Batik yang dihasilkan adalah batik tulis sampai awal abad ke-20 dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kata "batik" berasal dari kata "ambatik" yang artinya sebuah kain dengan banyak titik. 

Akhiran-tik berarti titik, tetes atau ujung yang dipakai untuk membuat sebuah titik. Batik juga berasal dari bahasa Jawa "tritik". Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik”.

Kesenian batik merupakan kesenian menggambar pola di atas kain yang mulanya dikerjakan hanya terbatas dalam keraton saja. Kemudian hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa keluar keraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing. 

Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang.

Tiap tahunnya, sejak 2009 Hari Batik Nasional diperingati  pada2 Oktober. Berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kecintaan terhadap batik merayakannya dengan berbagai kegiatan. Salah satu perkumpulan pecinta kain nusantara, SAPAWASTRA turut mengambil bagian melakukan kampanye agar batik terus lestari dan diterima kalangan muda.

Belasan perempuan menyapa perempuan lainnya dengan tampil berkain batik lawasan dipadan dengan kebaya kembang desa bertajuk “lawas gak lawasan”,  sebagai upaya batik-batik peninggalan tradisi tetap bisa dipakai di kegiatan keseharian.

Foto : Panji Asmoro/TrenAsia