<p>Kilang minyak PT Pertamina (Persero) di Cilacap, Jawa Tengah. / Twitter @enamkosongsatu</p>
Industri

Saudi Aramco Batal Bangun Kilang Cilacap, Pertamina Cari Partner Baru

  • JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dipastikan akan mencari partner baru setelah Saudi Arabian Oil Co (Saudi Aramco) memutuskan batal bekerja sama membangun kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah. Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Talullembang menjelaskan, alasan Saudi Aramco mundur lantaran telah terjadi pemunduran jadwal proyek beberapa kali. Akhirnya Saudi Aramco mundur dari pembangunan […]

Industri
Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) dipastikan akan mencari partner baru setelah Saudi Arabian Oil Co (Saudi Aramco) memutuskan batal bekerja sama membangun kilang minyak di Cilacap, Jawa Tengah.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Talullembang menjelaskan, alasan Saudi Aramco mundur lantaran telah terjadi pemunduran jadwal proyek beberapa kali. Akhirnya Saudi Aramco mundur dari pembangunan Refinery Development Master Plant (RDMP) Kilang Cilacap.

Keputusan itu dirilis pada April 2020 setelah sebelumnya sudah disepakati perpanjangan diskusi kerja sama terutama pada valuasi. Namun, Saudi Aramco membuka peluang untuk kerja sama di proyek lain.

Dia menuturkan, Saudi Aramco melalui CEO-nya mempersilakan Pertamina untuk menjalankan pembangunan kilang Cilacap ini sendiri. Sebab, manajemen Saudi Aramco masih fokus ke proyek yang lain. Untuk itu, Pertamina mencari partner baru dengan catatan lahan sudah tersedia.

“Pembangunan kilang merupakan proyek dengan investasi yang besar, namun untuk menjamin keberlanjutan dan kepastian investasi, Pertamina melakukan kerja sama dengan investor-investor global. Contohnya kerja sama dengan CPC (China Petroleum Corporation) pada RDMP Balongan Phase 3,” ujar Ignatius dalam keterangan resmi yang dikutip Senin, 8 Juni 2020.

Dia menyatakan pembangunan kilang Pertamina yang dikenal dengan megaproyek RDMP dan Grass Roof Refinery (GRR) merupakan proyek strategis yang memberikan manfaat besar, baik bagi masyarakat sekitar maupun secara nasional.

Ignatius Tallulembang menegaskan, kendati mahal namun pembangunan kilang Pertamina memberikan multiplier effect bagi pembukaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi nasional.

Dengan total investasi sekitar US$48 miliar setara Rp672 triliun (kurs Rp14.000 per dolar Amerika Serikat), RDMP dan GRR akan menyediakan lapangan pekerjaan untuk sekitar 130.000 orang saat konstruksi dan sekitar 10.000 orang saat operasi.

Hasil studi menunjukkan multiplier effect bagi lapangan pekerjaan akan memberikan dampak 17 kali lipat sehingga membuka jutaan pekerjaan di berbagai sektor.

“Di saat pandemi, maka RDMP dan GRR memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat, karena itulah, Pertamina tetap menuntaskan pengerjaan kilang dengan penerapan protokol kesehatan dan mengedepankan teknologi digital,” imbuhnya.

Menurut Ignatius Tallulembang, RDMP dan GRR juga memberikan peluang untuk meningkatkan kualitas produk bahan bakar minyak (BBM) yang lebih ramah lingkungan sesuai dengan regulasi dan standar internasional sehingga kedepan akan terwujud ekosistem lingkungan Indonesia yang lebih sehat.

“Dengan RDMP dan GRR, maka kita tidak akan lagi tergantung dengan impor BBM bahkan akan menjadi eksportir BBM terutama solar dan avtur yang diprediksi stoknya lebih besar,” terangnya.

Gandeng CPC Taiwan Bangun Petrokimia Rp112 Triliun

Sementara itu, Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Migas, Pertamina, menggandeng China Petroleum Corporation (CPC) Taiwan untuk membangun kompleks industri petrokimia terintegrasi di Balongan, Jawa Barat, senilai US$8 miliar setara Rp112 triliun.

Tindak lanjut kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Head of Agreement (HOA) oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President & CEO CPC Corporation Taiwan yang secara simbolis diwakili Mr. Ming-Huei Chen Vice President CPC Corporation, di Jakarta dan Taipei, Jumat siang, 5 Juni 2020.

Ikut menyaksikan penandatanganan ini, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Wakil Menteri BUMN I Budi Gunadi Sadikin serta Komisaris Pertamina Condro Kirono.

Sebelumnya, pembicaraan terkait proyek ini telah diinisiasi Pertamina dan CPC Taiwan sejak akhir 2018 dan diikuti penandatanganan Framework Agreement serta studi kelayakan bersama sejak medio 2019.

BKPM menaruh perhatian khusus atas proyek Balongan dan bersyukur di tengah pandemi COVID-19 bisa dilakukan penandatangan HoA. Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan akan mengawal investasi ini.

“Kerja sama ini terbentuk atas proses negosiasi yang panjang dan mendalam. Oleh karena itu, kami mengapresiasi upaya Pertamina dan CPC. Proyek ini adalah prioritas pemerintah. Kami akan support habis. Konfirmasi tax holiday telah kami berikan kemarin. Saya hanya titip kalau proyek ini sudah berjalan, agar dapat melibatkan pengusaha di daerah dan juga UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah),” ujar Bahlil dalam sambutannya.

Nicke Widyawati menegaskan, sebagai perusahaan migas nasional, Pertamina berkomitmen untuk mewujudkan industri petrokimia yang kuat di Indonesia. Sehingga bisa memenuhi kebutuhan domestik dan membantu mengurangi impor produk petrokimia.

“Proyek ini merupakan tonggak penting untuk memperkuat portofolio bisnis petrokimia sehingga dalam 10 tahun ke depan Pertamina dapat menjadi pemain utama bisnis petrokimia di kawasan Asia Pasifik,” ujar Nicke.

Diharapkan, dengan pengalaman dan keahlian CPC di bidang petrokimia, dapat membantu Pertamina untuk mempercepat pengembangan bisnis petrokimia yang terintegrasi dengan megaproyek RDMP dan GRR.

Nicke menyampaikan apresiasi kepada CPC atas kerja sama yang telah terjalin dan optimistis akan terus berlanjut sebagai mitra strategis joint venture dalam proyek pengembangan Kompleks Petrokimia Balongan.

“Ke depan, Pertamina bersama pemerintah dan CPC Taiwan akan terus memperkuat kerja sama untuk menyelesaikan proyek yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2026 ini, ” kata Nicke. (SKO)