Sebagai Ganti Simplifikasi, Sri Mulyani Rapatkan Celah Tarif Cukai Rokok
JAKARTA – Absennya simplifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) dalam paket kebijakan 2021 menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, wacana penyederhanaan tarif cukai rokok ini telah lama menggantung tanpa adanya eksekusi dari pemerintah. Sejumlah pihak telah mendorong pemerintah untuk menutup celah penghindaran pajak oleh perusahaan rokok besar melalui struktur tarif cukai yang terlalu kompleks. Menjawab hal itu, […]
Industri
JAKARTA – Absennya simplifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) dalam paket kebijakan 2021 menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, wacana penyederhanaan tarif cukai rokok ini telah lama menggantung tanpa adanya eksekusi dari pemerintah.
Sejumlah pihak telah mendorong pemerintah untuk menutup celah penghindaran pajak oleh perusahaan rokok besar melalui struktur tarif cukai yang terlalu kompleks.
Menjawab hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, simplifikasi belum dapat dilakukan tahun depan, namun pemerintah telah menyiapkan alternatif kebijakan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Meskipun tidak ada simplifikasi secara drastis, kami memberikan sinyal kepada industri yakni celah tarif yang semakin diketatkan,” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis, 10 Desember 2020.
Persisnya, pengetatan besaran tarif cukai berlaku pada sigaret kretek mesin (SKM) golongan IIA dan IIB. Tahun depan, kenaikan masing-masing golongan mencapai 13,8% dan 15,4% dengan tarif Rp535 dan Rp525 per batang.
Penyempitan celah ini cukup teras ajika dibandingkan dengan tarif CHT tahun ini yakni masing-masing Rp470 dan Rp455.
Setali tiga uang, kebijakan ini juga berlaku pada sigaret putih mesin (SPM) golongan IIA dan IIB. Di mana tahun depan, masing-masing golongan mengalami kenaikan tarif sebesar 16,5% dan 18,1%. Walhasil, harga satuan batang tahun depan masing-masing menjadi Rp565 dan Rp555 per batang.
Lebih rapat dibandingkan tahun ini dengan tarif masing-masing Rp485 dan Rp470 per batang.
Rencana Panjang Simplifikasi
Sejatinya, rencana simplifikasi tarif CHT telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024. Hal ini didukung oleh Kementerian Keuangan yang telah menerbitkan PMK 77/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020 – 2024.
Sebelumnya, penyederhanaan struktur tarif cukai tertuang dalam PMK 146/2017 tentang tarif cukai hasil tembakau (CHT). Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menyederhanakan dari 12 layer pada 2017 dan menjadi 5 layer pada 2021.
Tujuannya, untuk mengoptimalisasi penerimaan CHT, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik serta penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai. Sayangnya, kebijakan tersebut hanya berjalan satu tahun pada 2018 dan tidak dijalankan kembali. Hingga kini, struktur tarif cukai dengan 10 layer dipertahankan untuk tahun fiskal 2019.
Modus Penghindaran Pajak
Asal tahu saja, riset dari Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKPM FEB UB) menunjukkan kompleksitas sistem tarif CHT memberikan celah penghindaran pajak (tax avoidance) beberapa perusahaan besar multinasional.
Artinya, sistem cukai saat ini memungkinkan perusahaan rokok besar bersiasat dengan menahan produksi untuk bisa membayar di golongan yang lebih rendah.
Selain itu, perusahaan juga mengalihkan jumlah produksinya dengan membuat perusahaan-perusahaan baru agar jika dihitung, produksi dari masing-masing perusahaan tidak menyentuh golongan I atau yang dikenai tarif cukai tertinggi.
Sebagai informasi, penggolongan tarif cukai berdasarkan pada batasan produksi yakni 3 miliar batang per tahun. Apabila pabrik rokok memproduki kurang dari 3 miliar batang per tahun, maka akan dimasukkan dalam golongan 2 atau 2 ke bawah, artinya akan membayar cukai yang lebih rendah.
Sementara golongan I diisi pemain kelas kakap yang mampu memproduki rokok di atas 3 miliar batang per tahun. Masalahnya, banyak pabrik rokok besar dan termasuk multinational company (MNC) yang masih bermain di golongan II.
Sebut saja, Japan Tobacco International (JTI) yang saat ini berada di golongan II dan II B untuk jenis sigaret kretek mesin (SKM). Lalu di jenis sigaret putih mesin (SPM) ada British American Tobacco (BAT) dan Korean Tobacco & Ginseng di golongan II.
Penelitian tersebut juga menghitung, jika tarif cukai disimplifikasi dari 10 layer ke 5 layer potensi penerimaan negara pada 2020 naik Rp0,06 triliun, 2021 Rp2,9 triliun, 2022 Rp2,73 triliun, 2023 Rp4,4 triliun.
Sehingga potensi penerimaan negara selama empat tahun melakukan simplifikasi dapat mencapai Rp10 triliun lebih.