Sebelum Melarang Minol,Pemerintah Sebaiknya Tegakkan Aturan Yang Ada Dulu
JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan pemerintah lebih baik fokus pada penegakan hukum dari peraturan yang telah ada terkait peredaran dan akses kepada minuman alkohol (minol). “Selain penegakan hukum, pemerintah juga seharusnya mampu merumuskan peraturan yang mampu mengakomodir perkembangan dari kehidupan masyarakat,” kata Pingkan dalam keterangan tertulis, Jumat, […]
Industri
JAKARTA – Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan mengatakan pemerintah lebih baik fokus pada penegakan hukum dari peraturan yang telah ada terkait peredaran dan akses kepada minuman alkohol (minol).
“Selain penegakan hukum, pemerintah juga seharusnya mampu merumuskan peraturan yang mampu mengakomodir perkembangan dari kehidupan masyarakat,” kata Pingkan dalam keterangan tertulis, Jumat, 13 November 2020.
Menurutnya, peraturan yang ada saat ini belum menyentuh penjualan dan pengawasan dari minuman beralkohol yang dijual secara daring. Sehingga, ia lebih sependapat apabila pemerintah mengoptimalisasi aturan yang sudah ada alih-alih melakukan pelarangan.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pingkan juga menilai inisiatif untuk membuat peraturan perlu memperhatikan perkembangan dari objek yang diatur didalamnya. Saat ini, minuman beralkohol tidak hanya dipasarkan secara langsung tetapi juga lewat daring.
Faktanya, transaksi melalui e-commerce memiliki karakteristik yang berbeda dengan transaksi secara langsung.
“Untuk itu, kami meminta pemerintah memperhatikan hal ini, seperti soal mekanisme pengawasannya dan mengatur sanksi bagi pelanggar,” tambah Pingkan.
Sebagai tambahan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 19/ 2004, minuman beralkohol dinyatakan sebagai komoditas legal yang diperdagangkan dan berada dalam pengawasan.
Dengan eksternalitas negatif yang dimilikinya, pemerintah telah mengenakan tarif cukai kepada minuman beralkohol. Hingga awal 2020, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan cukai dari minuman beralkohol mencapai Rp7,3 triliun.
Aspek Pluralitas Keagamaan
Selain itu, Pingkan merasa RUU Minol kurang tepat karena sebagai negara hukum, Indonesia masih memberlakukan peraturan perundang-undangan yang cenderung mengabaikan aspek pluralitas keagamaan.
Berkaitan dengan aspek filosofis, fraksi pengusul mengklaim bahwa larangan minuman beralkohol hakekatnya amanah konstitusi dan agama.
“Poin ini menjadi menarik karena minuman beralkohol merupakan komoditas yang secara legal dapat dikonsumsi dan diperjualbelikan di Indonesia menurut dengan peraturan yang berlaku.”
Sebagaimana diketahui, kabar soal larangan minuman beralkohol di Indonesia tiba-tiba menyeruak dengan beredarnya draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol. Diketahui, wacana ini tengah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Usulan RUU tersebut berasal dari 21 anggota dewan, 18 anggota dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dua dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan satu pengusul dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).