
Segudang PR Brian Yuliarto Benahi Kemendiktisaintek Setelah Dilantik
- Selain punya pekerjaan rumah membendung potensi kenaikan UKT, Brian juga punya segudang PR lain.
Nasional
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) dalam reshuffle kabinet yang diumumkan pada Rabu, 19 Februari 2024.
Akademisi sekaligus peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) ini diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan besar di sektor pendidikan tinggi yang menjadi tanggung jawab kementeriannya.
Brian menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro yang sebelumnya menjabat sebagai Mendiktisaintek. Sebelum dicopot, Satryo sempat menyinggung potensi kenaikan biaya kuliah pada tahun 2025 akibat pemangkasan anggaran Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) hingga 50% oleh pemerintah.
“Karena BOPTN ini dipotong separuh, maka ada kemungkinan perguruan tinggi harus menaikkan uang kuliah mahasiswa,” jelas Satryo dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, yang diselengarakan kamis, 13 Februari 2024 yang lalu.
Pemangkasan ini berpotensi meningkatkan beban finansial bagi mahasiswa, yang kini menjadi pekerjaan rumah (PR) utama bagi Brian.
Selain itu sejumlah elemen mahasiswa menggelar puncak demonstrasi di berbagai kota dengan tajuk “Indonesia Gelap” sebagai buntut pernyataan Satryo Soemantri dan beberapa kebijakan pemerintah akhir akhir ini. Aksi ini berlangsung sejak Rabu, 20 Februari 2025, dan berlanjut hingga hari ini, Kamis, 20 Februari 2025.
- Perjalanan Sukses Otto Toto Sugiri, Miliarder di Industri Data Center
- Mundur Terus, Penerapan B40 Masih Teganjal Keterbatasan Dana dan Insentif
- Mereka yang Curi Start di Tengah Rencana Buyback Saham Telkom (TLKM)
Sederet PR Brian
Selain punya pekerjaan rumah membendung potensi kenaikan UKT, Brian juga punya segudang PR lain. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen) Pendidikan Tinggi, Khairul Munadi, sempat menyinggung tiga tantangan utama pendidikan tinggi yakni akses, mutu, dan relevansi.
Akses terhadap pendidikan tinggi masih menjadi tantangan bagi banyak masyarakat, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Selain itu, kualitas pendidikan yang belum merata, khususnya di Perguruan Tinggi Swasta (PTS), juga menjadi perhatian, mengingat PTS menyumbang 64,03% dari total 4.437 perguruan tinggi di Indonesia.
Di sisi lain, relevansi pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri dan pembangunan nasional perlu ditingkatkan agar lulusan lebih siap menghadapi dunia kerja dan berkontribusi secara optimal bagi kemajuan negara.
Sebagai contoh, mirisnya kualitas pendidikan tinggi di Aceh. Dari 78 PTS yang ada, hanya 7 PTS yang memiliki guru besar, hal ini menjadi indikator rendahnya kualitas tenaga pengajar.
- Perjalanan Sukses Otto Toto Sugiri, Miliarder di Industri Data Center
- Mundur Terus, Penerapan B40 Masih Teganjal Keterbatasan Dana dan Insentif
- Mereka yang Curi Start di Tengah Rencana Buyback Saham Telkom (TLKM)
Selain itu, masih terdapat perguruan tinggi dalam status pembinaan dan tidak aktif. Akses pendidikan di daerah 3T juga menjadi kendala yang perlu segera ditangani.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, Kemendikti Saintek berencana meninjau ulang regulasi pendidikan tinggi, termasuk sistem akreditasi. Regulasi ke depan diharapkan lebih mendorong kesadaran internal perguruan tinggi daripada paksaan eksternal, sehingga mendorong peningkatan mutu secara mandiri.
Selain itu, perguruan tinggi diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap pembangunan daerah dengan memiliki alat produksi yang mendukung keberlanjutan institusi akademik.
Dengan sederet tantangan ini, Brian Yuliarto memiliki tugas berat dalam membenahi sektor pendidikan tinggi di Indonesia. Keputusan dan kebijakan yang diambilnya dalam waktu dekat akan sangat menentukan arah perkembangan pendidikan tinggi nasional ke depan.