<p>ilustrasi: seismograf/KOAM</p>
Tekno

Seharusnya Tidak Mungkin, Gempa Terdeteksi di Kedalaman 751 Km

  • Para ilmuwan telah mendeteksi gempa terdalam yang pernah ada dan mengejutkan dia berada di kedalaman 751 kilometer di bawah permukaan bumi.

Tekno

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Para ilmuwan telah mendeteksi gempa terdalam yang pernah ada dan mengejutkan dia berada di kedalaman 751 kilometer di bawah permukaan bumi.

Kedalaman itu menempatkan gempa di mantel bawah, di mana seismolog memperkirakan hal itu tidak mungkin terjadi. Hal tersebut karena di bawah tekanan ekstrim, batu lebih cenderung membengkok dan berubah bentuk daripada pecah dengan pelepasan energi yang tiba-tiba. 

“Tetapi mineral tidak selalu berperilaku persis seperti yang diharapkan,” kata Pamela Burnley, seorang Profesor Geomaterial di University of Nevada, Las Vegas, yang tidak terlibat dalam penelitian. 

Bahkan pada tekanan di mana mereka harus berubah menjadi keadaan yang berbeda, kurang rawan gempa, mereka mungkin bertahan dalam konfigurasi lama. "Hanya karena mereka harus berubah bukan berarti mereka akan berubah," kata Burnley kepada Live Science Selasa 9 November 2021. Apa yang mungkin diungkapkan oleh gempa bumi ini  adalah bahwa batas-batas di dalam Bumi lebih kabur daripada yang dipahami selama ini.

Gempa tersebut, pertama kali dilaporkan pada bulan Juni 2021 di jurnal Geophysical Research Letters. Ini  merupakan gempa susulan kecil dari gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang Kepulauan Bonin di lepas pantai Jepang pada tahun 2015. 

Para peneliti yang dipimpin oleh seismolog University of Arizona Eric Kiser mendeteksi gempa menggunakan Hi-net array of seismic station Jepang. John Vidale, seismolog di University of Southern California yang tidak terlibat dalam penelitian mengatakan Hi-net array of seismic station Jepang adalah sistem yang paling kuat untuk mendeteksi gempa bumi yang digunakan saat ini. 

“Kedalaman gempa masih perlu dikonfirmasi oleh peneliti lain,” kata Vidale kepada Live Science, tetapi temuan itu terlihat dapat diandalkan. "Mereka melakukan pekerjaan dengan baik, jadi saya cenderung berpikir itu mungkin benar," kata Vidale.

Hal ini membuat gempa tersebut menjadi sesuatu yang mencengangkan. Sebagian besar gempa bumi dangkal dan  berasal dari dalam kerak bumi dan mantel atas dengan kedalaman 100 km di bawah permukaan. Di kerak, yang rata-rata memanjang ke bawah hanya sekitar 20 km, batuannya dingin dan rapuh. 

Ketika batuan ini mengalami tekanan, kata Burnley, mereka hanya bisa menekuk sedikit sebelum pecah dan  melepaskan energi seperti pegas melingkar.  Lebih dalam di kerak dan mantel bawah adalah batuan lebih panas dan di bawah tekanan yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak mudah pecah. Tetapi pada kedalaman ini gempa bumi dapat terjadi ketika tekanan tinggi mendorong pori-pori berisi cairan di bebatuan dan  memaksa cairan keluar. Dalam kondisi ini batuan juga rentan terhadap kerusakan rapuh, kata Burnley.

Dinamika semacam ini dapat menjelaskan gempa di kedalaman 400 km yang masih berada di mantel atas. Tetapi bahkan sebelum gempa susulan Bonin 2015, gempa telah diamati di mantel bawah hingga kedalaman sekitar 670 km. Gempa tersebut telah lama menjadi misteri, kata Burnley. Pori-pori di bebatuan yang menahan air telah tertutup rapat, sehingga cairan tidak lagi menjadi pemicu.