ilustrasi pailit
Hukum Bisnis

Sejarah dan Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia

  • Kepailitan merupakan suatu proses penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi yaitu melalui pengadilan niaga.

Hukum Bisnis

Khafidz Abdulah Budianto

JAKARTA--Istilah kepailitan sering digunakan dalam dunia usaha dan bisnis. Namun demikian, makna istilah ini mungkin masih terasa awam bagi sebagian orang. Lalu apa sebenarnya kepailitan tersebut? Bagaimana sejarah dan perkembangannya? 

Dikutip dari laman Kementerian Keuangan, Kamis 6 Juli 2023, kepailitan merupakan suatu proses penyelesaian sengketa bisnis melalui jalur litigasi yaitu melalui pengadilan niaga. Merujuk Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas. 

Proses kepailitan merupakan suatu proses di mana debitor yang memiliki kesulitan untuk membayar utangnya diurus kurator yang bertugas menjual asetnya guna membayar hutang kepada kreditor. Indonesia telah mengenal kepailitan sejak zaman kolonial di mana aturan dan sistem ini sejalan dengan Wetbok van Koophandel (KUHD). Aturan kepailitan kemudian berdiri sendiri dengan sebutan Faillisstments Verordenning

Akademisi hukum di Indonesia banyak yang menjadikan Faillisstments Verordenning sebagai acuan dan diterjemahkan dalam Undang-Undang Kepailitan. Bisa dikatakan jika hukum kepailitan merupakan warisan peninggalan Belanda. Hukum kepailitan warisan dari kolonial ini (Faillisstments Verordenning) berlaku cukup lama sebagai hukum positif di Indonesia. 

Hampir 93 tahun Indonesia menggunakan hukum tersebut sejak tahun 1905 hingga berakhir pada 1998. Meskipun pada saat lampau Indonesia sempat dijajah oleh Jepang, aturan hukum tersebut tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan aturan militer Jepang.

Undang-Undang Kepailitan (UUK) yang merupakan produk peninggalan Belanda berakhir sebagai hukum positif di Indonesia pada tahun 1998. Indonesia yang kala itu sedang dihajar oleh krisis moneter pada akhirnya menerbitkan Perpu Nomor 1 Tahun 1998.

Maksud perpu tersebut adalah untuk mengatasi kasus kepailitan yang saat itu marak terjadi akibat kondisi krisis moneter yang sedang melanda. Adapun substansi dari Perpu Nomor 1 Tahun 1998 kurang lebih masih sama seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Kepailitan. 

Meski demikian, ada beberapa perubahan yang ada dalam aturan baru ini. Perubahan tersebut terkait batas waktu penyelesaian masalah sehingga ada kepastian waktu. Kemudian adanya aturan tentang kurator swasta disamping telah ada kurator dari pemerintah. 

Selanjutnya juga diatur mengenai pemangkasan upaya hukum di mana dalam kepailitian hanya dapat mengajukan kasasi. Terakhir yaitu adanya aturan bahwa yang mengajukan kepailitan hanya penasihat hukum yang mempunyai izin praktik. 

Dalam sejarah perjalanannya, kedudukan perpu ini kemudian ditingkatkan dengan dengan disahkan dan diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 

Seiring berjalannya waktu, terdapat perkembangan dan tuntutan dalam masyarakat mengenai kepailitian. Masyarakat menginginkan produk hukum yang dapat mengatasi masalah kepailitan dengan cepat dan sesuai dengan perubahan zaman. 

Oleh karena itu undang-undang yang ada dianggap tidak tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.  Pada tahun 2004, pemerintah kemudian mencabut Perpu Nomor 1 Tahun 1998 dan menggantinya dengan mUndang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 

Dalam undang-undang ini terdapat tambahan aturan baru yaitu ditambahkannya pihak-pihak yang diatur secara khusus sebagai pemohon pailit demi kepentingan umum. Pihak  tersebut meliputi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta Kejaksaan.