logo
Nampak penjual tengah merapikan susunan tabung gas LPG 3Kg di sebuah agen gas kawasan Cipondoh Kota Tangerang.Kamis 5 Januari 2022. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Energi

Sejarah Penggunaan LPG 3 Kg: Simbol Prestasi SBY-JK

  • Pada tahun 2005, lonjakan harga minyak dunia berdampak besar pada perekonomian Indonesia yang masih bergantung pada minyak bumi. Kenaikan harga minyak global menyebabkan lonjakan subsidi energi, sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Energi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mendapat nasihat tegas dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) terkait distribusi LPG 3 kg bersubsidi. 

Dalam pertemuan langsung di istana kepresidenan Jakarta, JK menekankan pentingnya efisiensi agar subsidi LPG tepat sasaran dan tidak bocor. Sebagai tokoh yang menginisiasi program subsidi LPG 3 kg saat masih menjabat wakil presiden, JK mengingatkan agar kebijakan ini tetap berpihak pada masyarakat kecil.

"Ya, Pak JK menyampaikan bahwa penataan itu penting," ujar Bahlil saat menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk bertemu JK di Istana Kepresidenan Jakarta, dikutip Rabu, 5 Februari 2024

Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp87 triliun untuk subsidi LPG 3 kg. Namun, di lapangan masih ditemukan berbagai masalah dalam distribusi, seperti harga jual yang melampaui batas dan praktik pengoplosan gas. 

Sejarah dan Perkembangan LPG 3 Kg di Indonesia

Penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) di Indonesia dimulai pada tahun 1968 dengan diperkenalkannya tabung LPG 12 kg berwarna biru. Pada awalnya, LPG digunakan sebagai alternatif bahan bakar minyak tanah dan kayu bakar, terutama di wilayah perkotaan. Penggunaannya masih terbatas karena infrastruktur distribusi dan ketersediaan tabung yang belum luas.

Pada tahun 2005, lonjakan harga minyak dunia berdampak besar pada perekonomian Indonesia yang masih bergantung pada minyak bumi. Kenaikan harga minyak global menyebabkan lonjakan subsidi energi, sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Sementara itu, produksi minyak dalam negeri terus mengalami penurunan, sedangkan konsumsi energi terus meningkat. Kondisi ini semakin diperparah oleh bencana tsunami yang melanda Aceh pada tahun 2004, mengakibatkan kebutuhan dana besar untuk rekonstruksi dan pemulihan wilayah terdampak.

Untuk mengantisipasi permasalahan energi di masa depan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. 

Kebijakan ini bertujuan untuk mendiversifikasi sumber energi hingga tahun 2025 guna mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi. Salah satu langkah strategis dalam kebijakan ini adalah mengubah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan minyak tanah untuk memasak dengan mendorong penggunaan gas LPG sebagai bahan bakar alternatif.

Pada tahun 2007, pemerintah melalui Pertamina secara resmi meluncurkan program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 

Program ini digalakkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai bagian dari kebijakan diversifikasi energi nasional. Pada masa itu pemerintah juga membagikan kompor dan tabung gas secara gratis.

Setelah itu, LPG 3 kg didistribusikan secara luas dengan sasaran utama masyarakat berpenghasilan rendah. Harga yang lebih murah dan ketersediaan yang lebih luas menjadikan LPG 3 kg sebagai solusi bagi kebutuhan energi rumah tangga dan usaha kecil.

Keunggulan LPG

LPG 3 kg memiliki berbagai keunggulan dibandingkan minyak tanah, terutama dalam hal efisiensi dan dampak lingkungan. Pembakaran LPG lebih bersih dan menghasilkan panas yang lebih optimal untuk memasak, sehingga lebih efisien dibandingkan minyak tanah. 

Selain itu, LPG lebih mudah disimpan dan ramah lingkungan karena mengurangi emisi gas rumah kaca serta polusi udara yang dihasilkan dari pembakaran minyak tanah. Awalnya, penggunaan LPG 3 kg terbatas di kota-kota besar, tetapi seiring waktu distribusinya semakin meluas ke berbagai daerah.

Sejak diperkenalkan, LPG 3 kg telah memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Indonesia. Gas ini banyak digunakan oleh rumah tangga serta usaha kecil, termasuk pedagang kaki lima dan industri rumahan. 

LPG 3 kg juga menjadi simbol konversi energi yang lebih efisien dan hemat, membantu menjaga stabilitas harga bahan bakar untuk kebutuhan memasak dibandingkan minyak tanah yang harganya lebih fluktuatif. 

Selain itu, penggunaan LPG 3 kg turut mengurangi ketergantungan terhadap subsidi minyak tanah, yang sebelumnya menjadi beban bagi anggaran negara.

Hingga kini, LPG 3 kg tetap menjadi sumber energi utama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia. Keberlanjutan program ini terus menjadi perhatian pemerintah, terutama dalam pengawasan distribusi dan subsidi agar tepat sasaran.