<p>Ilustrasi perkebunan kopi / Pixabay</p>
Nasional

Sejarah Perkembangan Kopi di Indonesia

  • Masuknya kopi ke Nusantara tidak terlepas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Penyebaran kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa bibit kopi pertama dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Bibit tersebut berasal dari Yaman.

Nasional

Distika Safara Setianda

JAKARTA – Menurut data dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), produksi kopi global mencapai 170 juta kantong per 60 kg kopi pada periode 2022/2023. Indonesia adalah negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia, setelah Brazil dan Vietnam.

Pada tahun 2022/2023, Indonesia memproduksi kopi sebanyak 11,85 juta kantong, menjadikannya sebagai penghasil kopi terbesar ketiga di dunia. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta kantong adalah kopi arabika dan 10,5 juta kantong adalah kopi robusta.

Sebagai negara penghasil kopi terbesar ketiga, produksi kopi di Indonesia juga menunjukkan tren peningkatan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan laporan Statistik Indonesia 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi kopi Indonesia mencapai 794,8 ribu ton pada tahun 2022, mengalami kenaikan sekitar 1,1% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah produksi kopi tertinggi di Indonesia tercatat pada tahun 2021. Sebaliknya, produksi kopi terendah terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah 716,10 ribu ton, dan pada tahun 2018 sebesar 756 ribu ton.

Selanjutnya, produksi kopi meningkat menjadi 752,5 ribu ton pada tahun 2019 dan 762,4 ribu ton pada tahun 2020. Tahun 2021, produksi kopi kembali mengalami peningkatan menjadi 786,2 ribu ton.

Sejarah Perkembangan Kopi di Indonesia

Masuknya kopi ke Nusantara tidak terlepas dari pengaruh kolonialisme Belanda. Penyebaran kopi di Indonesia dimulai pada tahun 1696 ketika Belanda membawa bibit kopi pertama dari Malabar, India, ke Pulau Jawa. Bibit tersebut berasal dari Yaman.

Seorang Gubernur Belanda di Malabar, India, memutuskan untuk mengirimkan bibit kopi berjenis arabika ini kepada seorang Gubernur Belanda lainnya yang bertugas di Bataviab (sekarang Jakarta). Sayang percobaan pertama ini gagal akibat seluruh tanamannya hancur terkena gempa bumi dan banjir.

Pada 1699, mereka melakukan upaya kedua dengan mengirimkan stek kopi dari Malabar, India. Pada 1706, hasil tanaman kopi pertama di Pulau Jawa dikirim ke Kebun Raya Amsterdam untuk diteliti. Hasil penelitian menunjukkan,kopi tersebut memiliki kualitas yang sangat baik dan berpotensi untuk diperdagangkan secara global.

petani kopi (pixabay)

Sejak saat itu, Belanda memutuskan untuk memperluas perkebunan kopi ke berbagai daerah lain di Nusantara. Selain di Jawa, perkebunan kopi juga didirikan di Aceh, Sumatera Utara, beberapa wilayah di Sulawesi, Bali, dan Papua. Pada masa itu, pembukaan lahan untuk tanaman kopi digencarkan di hampir seluruh pulau besar di Nusantara.

Perkebunan kopi menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Pada tahun 1878, tanaman kopi mengalami masa buruk akibat serangan penyakit karat daun atau Hemileia vastatrix. Hampir seluruh perkebunan kopi di dataran rendah terkena dampaknya. Dan rata-rata kopi yang ada pada masa itu adalah arabika.

Untuk mengatasi masalah ini dan melindungi industri kopi, Belanda mendatangkan jenis kopi liberika yang digadang-gadang lebih tangguh dan tahan terhadap hama karat daun.

Liberika sempat menjadi pilihan utama karena mampu menggantikan arabika dan harganya yang setara dengan arabika di pasar Eropa. Namun, kejayaan ini tidak bertahan lama karena liberika juga terkena hama karat daun dan mengalami kegagalan panen.

Pemerintah Belanda tampaknya tidak menyerah dengan masalah ini. Setelah melakukan riset yang mendalam, akhirnya mereka memutuskan untuk memperkenalkan varietas kopi lain.

Tahun 1907, Belanda memperkenalkan varietas kopi lain, yaitu robusta. Robusta memiliki kemampuan lebih baik dalam menghadapi hama karat daun, khususnya di perkebunan kopi dataran rendah. Varietas ini dinilai lebih tangguh dibandingkan arabika dan liberika serta dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian yang tidak terlalu tinggi.

Pada 1945, seluruh perkebunan kopi diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia dan menjadi salah satu komoditas utama di negara ini. Daerah-daerah seperti Aceh Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Bali, Papua, Flores, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan banyak wilayah lainnya berhasil menjadi penghasil kopi terbesar di Nusantara.

Kondisi lahan pertanian dan letak geografis yang berbeda memengaruhi cita rasa kopi, termasuk di Indonesia. Setiap daerah di Indonesia menghasilkan kopi dengan cita rasa yang unik dan berbeda dari jenis kopi lainnya. Kopi-kopi ini telah meraih popularitas baik di pasar nasional maupun internasional.

Namun, pada tahun 1960-an, pemerintah mulai mendorong investasi sektor swasta dalam industri perkebunan kopi.

Sejak saat itu, perkebunan kopi di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat dan menjadi sektor ekonomi yang signifikan bagi negara.