Sejarah Petrus, Salah Satu Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Diakui Jokowi
- Presiden Joko Widodo mengakui sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di masa lalu.
Nasional
JAKARTA—Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di masa lalu.
Dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, belum lama ini, Jokowi mengakui ada 12 pelanggaran HAM berat dan sangat menyesalkan peristiwa tersebut. Salah satu pelanggaran HAM tersebut adalah kasus Penembakan Misterius atau sering disingkat Petrus.
Petrus merebak pada era Orde Baru (Orba), tepatnya medio 1982-1985. Yogyakarta menjadi kota pertama untuk operasi Petrus. Operasi senyap tersebut menyasar orang-orang bertato, berambut gondrong atau yang berpenampilan seperti preman. Korban Petrus biasanya dibiarkan tergeletak di jalan, di bawah jembatan hingga digantung di pohon. Ada pula yang dimasukkan karung dan dibuang di sungai. Beberapa diculik dan tidak diketahui rimbanya hingga kini.
- Kisah Sukses Pendiri Start Up: Kunci Keberhasilan DANA Menurut Vincent Iswara
- Ini 5 Penyebab Blog Kamu Masih Sepi Pengunjung
- Anti Bising, Hankook Tire Hadirkan Ban Seri Khusus Mobil Listrik
- Diresmikan Erick Thohir, KEK Sanur Bidik Serap Devisa Rp19,6 Triliun
Pelaku Petrus biasanya melukai korbannya dengan tiga tembakan. Selain ditembak, sejumlah korban Petrus ditemukan tewas dengan luka cekik. Pelaku penembakan kemudian meninggalkan uang Rp10.000 di dekat jasad korban untuk biaya penguburan.
Dalam otobiografinya yakni Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Presiden Soeharto membeberkan latar belakang di balik operasi Petrus. Soeharto mengatakan Petrus menjadi metodenya untuk membasmi kejahatan secara efektif.
Hal ini karena Petrus dianggap dapat memberi efek jera luar biasa pada para penjahat. Soeharto menyebut efek jera dari Petrus lebih nyata ketimbang hukuman lain seperti penjara.
Penelitian David Bourchier yang berjudul “Crime, Law and State Authority in Indonesia” mengungkap jumlah korban penembakan misterius medio 1982-1985 mencapai 10.000 orang. Riset yang dirilis tahun 1990 itu menjadi salah satu rujukan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM. Adapun aduan yang diterima Komnas HAM mencatat jumlah korban Petrus sedikitnya 2.000 orang.
Presiden Jokowi mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu merujuk laporan tim penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat. Kepala negara sangat menyesalkan deretan peristiwa kelam tersebut.
“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi.
Selain Petrus, sejumlah pelanggaran HAM berat lain adalah Peristiwa 1965-1966, Peristiwa Talangsari 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I – II 1998-1999, dan Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999.
Pelanggaran HAM berat lain yang diakui Jokowi adalah Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.