Sejarah THR: Diinisiasi Masyumi, Diperjuangkan Organ PKI
- Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi suatu hal yang selalu dinantikan para pekerja menjelang Lebaran.
Nasional
JAKARTA—Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi suatu hal yang selalu dinantikan para pekerja menjelang Lebaran. Kehadiran penghasilan tambahan melalui THR bisa meringankan pekerja untuk mencukupi kebutuhan hari raya. Biasanya, THR diberikan dengan nominal satu kali gaji untuk yang sudah bekerja selaa setahun.
Sedangkan THR akan dibayarkan dengan perhitungan proporsional bagi karyawan yang belum genap setahun bekerja. Usut punya usut, ada sejarah unik di balik pemberian THR menjelang Lebaran. Bagaimana tidak, kehadiran THR tak lepas dari “kerja sama tak disengaja” Masyumi dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selama ini dikenal sebagai air dan api.
THR awalnya muncul dari inisiasi Perdana Menteri Indonesia dari Masyumi, Soekiman Wirjosandjojo pada tahun 1951. Kala itu THR masih bersifat terbatas untuk PNS dan bersifat sebagai persekot atau uang muka. Salah satu program Kabinet Soekiman memang meningkatkan kesejahteraan PNS atau pamong praja melalui sejumlah tunjangan.
Namun kebijakan ini kemudian membuat gejolak dari berbagai kalangan, terutama kaum buruh. Jafar Suryomenggolo dalam bukunya “Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950-an” menyatakan sepanjang 1951-1952 beum ada aturan resmi pemerintah menyangkut THR baik soal kepastiannya sebagai salah satu hak buruh maupun besarannya.
- Cara Meningkatkan Kesempatan Anda untuk Mendapat Pekerjaan Baru
- Pertahankan Rasio Pembayaran 60 Persen dalam 3 Tahun Terakhir, Prodia (PRDA) Bagikan Dividen Rp223 M
- Daftar Tol dengan Tarif Diskon 20 Persen Selama Mudik Lebaran 2023
Buruh merasa ikut berhak memeroleh THR karena tekanan hidup mereka relatif lebih berat. Periode tahun 1950-an memang menjadi masa sulit dan penuh kemiskinan bagi buruh Indonesia. Everett Hawkins dalam artikelnya "Labour in Developing Economics" (1962) menyebut upah rendah dan harga bahan pokok yang melambung hingga 325% membuat buruh menjerit.
Kelompok buruh yang diorganisasi Serikat Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pun menggelar aksi besar-besaran hingga mogok kerja pada 1952. Organisasi sayap PKI itu mendesak pemerintah memberikan THR bagi buruh. Selain untuk memenuhi kebutuhan, buruh merasa berhak mendapatkan THR karena ikut berkontribusi terhadap perekonomian Nasional.
Perjuangan buruh mulai menuai hasil tahun 1954 saat Menteri Perburuhan Indonesia mengeluarkan surat edaran untuk menghimbau setiap perusahaan agar memberikan “Hadiah Lebaran” untuk para pekerjanya sebesar seperdua-belas dari upah. Tujuh tahun kemudian, pemerintah mewajibkan perusahaan memberikan “Hadiah Lebaran” kepada karyawan yang sudah bekerja minimal tiga bulan.
Istilah THR mulai populer tahun 1994 setelah Orde Baru mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/1994 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan. Regulasi itu semakin menguatkan hak pekerja untuk mendapatkan THR.
Pada tahun 2016, pemerintah semakin memudahkan akses bagi pekerja untuk mendapatkan THR. Pekerja dengan minimal 1 bulan kerja bisa mendapatkan THR dengan hitungan proporsional. Aturan itu masih berlaku sampai sekarang.