Volvo 264 GL, varian Volvo pertama yang dipakai pejabat Orde Baru Indonesia.
Industri

Sejarah Volvo di Indonesia, Mobil Idaman Era Orde Baru

  • Volvo mulai masuk Indonesia lantaran mobil bikinan Eropa sedang mengalami masa surut karena gencarnya Jepang memproduksi mobil dengan harga terjangkau.

Industri

Chrisna Chanis Cara

JAKARTA - Produsen mobil terkenal asal Swedia, Volvo, belakangan menjadi bahan perbincangan usai rencana melakukan pemutusan hubunga kerja (PHK) terhadap 1.300 karyawannya. Kebijakan itu tak lepas dari hambatan ekonomi dan kenaikan harga bahan baku yang menghantam kinerja Volvo.

Tak hanya memecat pegawai di kantor utama Swedia, Volvo juga berencana mendepak sejumlah karyawan di cabang global dalam beberapa bulan ke depan. Persaingan keras di dunia otomotif memang semakin membuat Volvo terengah-tengah. Padahal perusahaan yang didirikan di Goteborg, Swedia, 14 April 1927, itu sempat menjadi pemain utama untuk kelas sedan mewah di dunia, termasuk Indonesia. 

Merek tersebut sendiri masuk ke Tanah Air sejak 1968. Volvo mulai masuk Indonesia lantaran mobil bikinan Eropa sedang mengalami masa surut karena gencarnya Jepang memproduksi mobil dengan harga terjangkau. Dikutip dari Historia, Volvo hadir melalui Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) Volvo, PT Central Sole Agency milik Salim Group, perusahaan yang didirikan Liem Sioe Liong alias Sudono Salim.

Sudono Salim dikenal dekat dengan Soeharto, Presiden Indonesia saat itu. Salim Group bersama PT Pembangunan Jaya dan AB Volvo kemudian mendirikan PT ISMAC (Indo-Swedish Motor Assembly Corporation) lantaran ada regulasi mobil impor harus dirakit di dalam negeri. Pabrik perakitan pertama Volvo di Indonesia kemudian hadir di Ancol, Jakarta pada 22 Oktober 1975 dengan investasi mencapai US$9 juta. 

Mengutip Tantangan Jadi Peluang: Kegagalan dan Sukses Pembangunan Jaya Selama 25 Tahun karya Bondan Winarno, Volvo rakitan PT ISMAC mulai meluncur di jalanan Indonesia pada 1975. “Kini (1987), bus dan mobil sedan Volvo di Indonesia sepenuhnya dirakit oleh ISMAC,” tulis Bondan. Pamor Volvo mulai melejit ketika Presiden Soeharto mulai menggunakan merek tersebut sebagai mobil pejabat.

Idola Orde Baru 

Sebelumnya, jajaran kabinet dan pejabat Orde Baru masih menggunakan produk Chrysler Valiant mulai dari varian Regal serta Ranger sebagai mobil operasional hingga pertengahan 1970-an. Namun pada tahun 1978, pemerintah memutuskan menggamit merek Volvo 200 Series model 264 GL sebagai mobil operasional para menteri. 

Pada tahun 1982, Soeharto memperbarui kendaraan dinas Volvo untuk para pembantunya dengan membeli Volvo 264 GLE, varian yang lebih mewah dibanding sebelumnya. Orde Baru kembali membeli Volvo baru dengan varian 740 untuk menggantikan mobil sebelumnya pada tahun 1987. Tak berhenti di situ, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok tahun 1992, pemerintah memborong Volvo 960 sebagai salah satu mobil yang disediakan untuk para pemimpin dunia. 

Setelah KTT rampung, mobil tersebut menjadi kendaraan kementerian. Pejabat era Soeharto kembali mendapatkan mobil Volvo, kali ini varian S90 Exclusive, di akhir kepemimpinannya tahun 1990-an. Bagi Salim Group, derasnya order mobil di era Orde Baru sejatinya seperti dua sisi mata uang. 

Richard Borsuk dan Nancy Chang dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto, menyebut banyak sekali Volvo terjual untuk para pejabat tinggi pemerintah, angkatan bersenjata, dan polisi yang tidak dibayar. “Karena itu tidak mengherankan jika perakitan Volvo adalah bisnis merugi,” tulis Richard dan Nancy.

Bisnis Volvo kembali menanjak ketika mereka menggelar pameran di Jakarta medio 1987. Kala itu Soebronto Laras yang masih mengelola Suzuki (merek yang sama-sama di bawah Salim Group) mencoba ikut membangkitkan Volvo. 

Dia berinisiatif mengundang sejumlah tamu eksekutif yang dinilai potensial membeli mobil mewahnya. Hasilnya luar biasa. Seorang Ciputra saja membeli enam mobil Volvo 740 jenis Classic 2.3. “Bayangkan, hanya dalam waktu beberapa jam mampu menjual Volvo 75 unit atau memasukkan uang Rp4,5 miliar,” kata Soebronto dalam otobiografinya.

Setelah Orde Baru tumbang, Volvo masih bertahan sebagai kendaraan para menteri dan pemimpin lembaga negara sampai era Presiden Megawati Soekarnoputri. Setelah itu, “kemesraan” Volvo dengan pemerintah berakhir setelah pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (2004-2009) memilih Toyota Camry.