manusia purba.jpg
Sains

Sekitar 1 Juta Tahun Lalu, Manusia Diperkirakan Hampir Punah

  • Sebuah studi baru menemukan saat itu populasi dunia diperkirakan hanya berjumlah sekitar 1.300 selama lebih dari 100.000 tahun.

Sains

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Manusia mungkin hampir punah hampir 1 juta tahun yang lalu. Sebuah studi baru menemukan saat itu populasi dunia diperkirakan hanya berjumlah sekitar 1.300 selama lebih dari 100.000 tahun.

Dekat dengan kepunahan ini mungkin memainkan peran besar dalam evolusi manusia modern. Ini juga menjadikan  kerabat terdekat mereka yang telah punah termasuk  Neanderthal beralis tebal dan Denisovan yang misterius.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa manusia modern berasal sekitar 300.000 tahun yang lalu di Afrika. Dengan begitu sedikitnya fosil dari masa itu, masih banyak ketidakpastian mengenai bagaimana garis keturunan manusia berevolusi sebelum manusia modern muncul.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang periode mendekati evolusi manusia modern, para ilmuwan menyelidiki genom lebih dari 3.150 manusia modern masa kini. Mereka berasal dari 10 populasi Afrika dan 40 populasi non-Afrika.  

Para peneliti mengembangkan alat analisis baru untuk menyimpulkan ukuran kelompok yang membentuk nenek moyang manusia modern dengan melihat keragaman rangkaian genetik yang terlihat pada keturunan mereka.

Data genetik menunjukkan bahwa antara 813.000 hingga 930.00 tahun yang lalu, nenek moyang manusia modern mengalami hambatan yang parah, yaitu hilangnya sekitar 98,7% populasi perkembangbiakannya.

“Nenek moyang kita mengalami kemacetan populasi yang parah dalam waktu yang sangat lama sehingga mereka menghadapi risiko kepunahan yang tinggi,” kata Wangjie Hu, salah satu penulis studi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai di New York City kepada Live Science Kamis 31 Agustus 2023.

Para peneliti memperkirakan populasi perkembangbiakan manusia modern berjumlah sekitar 1.280 selama sekitar 117.000 tahun. 

“Perkiraan ukuran populasi garis keturunan nenek moyang kita sangat kecil, dan tentu saja akan membawa mereka mendekati kepunahan,” kata Chris Stringer, ahli paleoantropologi di Natural History Museum di London yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.

Pendingingan parah

Para ilmuwan mencatat penurunan populasi ini terjadi bersamaan dengan pendinginan parah yang mengakibatkan munculnya gletser, penurunan suhu permukaan laut, dan mungkin kekeringan panjang di Afrika dan Eurasia. Para ilmuwan masih belum mengetahui bagaimana dampak perubahan iklim terhadap manusia karena fosil dan artefak manusia relatif jarang pada masa ini. Mungkin  karena populasinya sangat sedikit.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nenek moyang terakhir yang dimiliki manusia modern, Neanderthal dan Denisovan, hidup sekitar 765.000 hingga 550.000 tahun yang lalu. Kira-kira pada waktu yang sama dengan kemacetan populasi yang baru ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa hampir punahnya spesies ini berpotensi terkait dengan evolusi nenek moyang terakhir manusia modern, Neanderthal dan Denisovan.

“Jika nenek moyang terakhir ini hidup selama atau segera setelah kemacetan, maka kemacetan mungkin berperan dalam memecah kelompok manusia purba menjadi manusia modern, Neanderthal dan Denisovan, “ jelas Stringer. 

Misalnya, hal ini mungkin telah membagi manusia ke dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah. Dan seiring berjalannya waktu, perbedaan antara kelompok-kelompok ini akan terbukti cukup signifikan untuk membagi orang-orang yang selamat ke dalam populasi yang berbeda yakni  manusia modern, Neanderthal, dan Denisovan.

Selain itu, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 900.000 hingga 740.000 tahun yang lalu, dua kromosom purba menyatu membentuk apa yang sekarang dikenal sebagai kromosom 2 pada manusia modern. Karena hal ini bertepatan dengan hambatan yang ada, temuan baru ini menunjukkan bahwa hampir punahnya manusia mungkin ada kaitannya dengan perubahan besar dalam genom manusia.

 “Karena Neanderthal dan Denisovan berbagi fusi ini dengan kita, hal ini pasti terjadi sebelum garis keturunan kita terpisah satu sama lain,” kata Stringer. 

Studi ini dipublikasikan secara online Kamis  31 Agustus di jurnal Science edisi 1 September.