Ilustrasi emisi karbon.
Energi

Sektor Energi Penyumbang Emisi Karbon Tertinggi, Transisi Perlu Digalakkan

  • Sektor ini jauh di atas sektor transportasi yang selama ini dinilai menyumbang emisi karbon yang besar.

Energi

Bintang Surya Laksana

JAKARTA - Data dari World Clock Emission yang diambil pada 7 November 2023 menyebutkan sektor energi menjadi yang tertinggi dalam menyumbang emisi karbon dunia. 

Tercatat sektor ini menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada emisi karbon ekuivalen (CO2eq) sebesar 20,9  gigaton (GT). 1 GT sendiri sama dengan 1 miliar ton yang artinya sektor ini menyumbang 20,9 miliar ton emisi karbon dengan emisi per detiknya diperkirakan sebesar 662,8 ton/detiknya.

Sektor ini jauh di atas sektor transportasi yang selama ini dinilai menyumbang emisi karbon yang besar. Padahal berdasarkan data, sektor transportasi mencatatkan menyumbang emisi GRK pada CO2eq 2023 sebesar 8,4 GT dengan emisi per detik diperkirakan 265,4 ton/detik.

World Clock Emission menyebutkan secara berurutan sektor penyumbang emisi karbon dunia tertinggi adalah sektor energi dengan menyumbang 20,9 GT, sektor industri dengan menyumbang 13,8 GT, sektor agrikultur dengan menyumbang 12,1 GT, dan sektor transportasi dengan menyumbang 8,4 GT.

Berdasarkan data, sub sektor energi yang menjadi penyumbang emisi tertinggi adalah pembangkit listrik tenaga batu bara dengan emisi karbon sebesar 10,3 GT atau diperkirakan 326,8 ton/detik. 

Kemudian subsektor kedua sebagai penyumbang terbesar adalah penggunaan/pembakaran energi lainnya dengan emisi karbon sebesar 4,1 GT atau diperkirakan 129 ton/detik. Selanjutnya sub sektor produksi listrik dengan gas yang menyumbang emisi karbon sebesar 3,2 GT atau diperkirakan 101,5 ton/detik. 

Kemudian sub sektor energi penyumbang emisi tertinggi adalah produksi bahan bakar fosil yang menyumbang emisi karbon sebesar 2,4 GT atau diperkirakan 74,9 ton/detik. Sub sektor heating yang menyumbang emisi karbon sebesar 516,7 Metrik Ton (MT) atau diperkirakan 16,4 ton/detik. 1 MT sama dengan 1 Ton.  

Sub sektor energi terakhir sebagai penyumbang emisi karbon tertinggi adalah produksi listrik dengan minyak yang menyumbang emisi karbon sebesar 446,5 MT atau diperkirakan 14,1 ton/detik.

Melihat dari data tersebut, jelas terlihat mata dunia harusnya lebih berfokus pada pemecahan masalah pada sektor energi. 

Komitmen Pemerintah

United Nation Environment Programme menyebutkan solusi pada sektor ini bisa diselesaikan dengan berbagai cara seperti komitmen pemerintah dunia dalam transisi energi menuju energi terbarukan, menetapkan target dekarbonisasi nasional, mengurangi kebijakan yang dirasa dapat mendukung industri bahan bakar fosil, dan memberi insentif pada energi terbarukan dan mendorong efisiensi energi. 

United Nation Environment Programme sendiri menyebutkan sebenarnya manusia telah memiliki teknologi untuk beralih menuju energi yang terbarukan serta dapat mengurangi penggunaan energi yang berlebihan.

Transisi menuju energi harus segera di dorong. Pasalnya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 99% populasi dunia menghirup udara dengan kualitas buruk yang mengancam kesehatan. Hal tersebut mengakibatkan lebih dari 13 juta kematian yang dapat dihindari setiap tahunnya karena faktor lingkungan termasuk polusi udara. 

Selain isu kesehatan, situs resmi PBB menyebutkan transisi menuju energi terbarukan diperkirakan dapat menghemat sekitar US$4,2 triliun atau sekitar Rp65.714,63 triliun (kurs Rp15.646) setiap tahunnya pada 2030 mendatang. 

Teknologi terbarukan diperkirakan dapat menciptakan sistem yang tidak terlalu rentan terhadap guncangan pasar dan meningkatkan ketahanan dan keamanan energi dengan mendiversifikasi pasokan listrik.

PBB menyebutkan sekitar $7 triliun (Rp109.524,39 triliun) dihabiskan untuk mensubsidi industri bahan bakar fosil pada tahun 2022. Subsidi tersebut di antaranya meliputi keringanan pajak, dan kerusakan kesehatan dan lingkungan.