<p>Ilustrasi penyaluran kredit perbankan saat pandemi / Pixabay</p>
Industri

Sektor Jasa Keuangan Pede Hadapi Ancaman Resesi 2023

  • Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adhityaswara mengatakan ketahanan industri finansial domestik terhadap gejolak global masih cukup kuat.
Industri
Yosi Winosa

Yosi Winosa

Author

JAKARTA - Industri jasa keuangan di Indonesia dinilai confident menghadapi ancaman resesi tahun depan. Selain likuiditas yang masih longgar saat ini, berbagai sektor jasa keuangan terutama perbankan turut mencatatkan laba yang cukup tebal. Pelaku industri pun diminta bersikap prudent dengan mengalokasikan keuntungan untuk mempertebal pencadangan mereka, untuk jaga-jaga jika terjadi shock di kemudian hari. 

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adhityaswara mengatakan ketahanan industri finansial domestik terhadap gejolak global masih cukup kuat. Hal ini lantaran porsi kredit valas perbankan domestik saat ini hanya 15% dari total kredit di Indonesia, dibanding posisi 25 tahun lalu sekitar 40%-50%. Selain itu, porsi ULN swasta terhadap PDB relatif cukup terjaga di kisaran 16% PDB.

Adapun dari sisi likuiditas di pasar masih mengalami ekses atau kelebihan. Hal ini lantaran sejak COVID-19 tahun 2020 lalu Bank Indonesia diperbolehkan untuk tetap mengalirkan likuiditas ke dalam sistem moneter. Sementara saat BI melakukan pengetatan moneter atau menaikkan bunga secara bertahap, kenaikan suku bunga di pasar uang antarbank (PUAB) tidak setinggi kenaikan BI rate. Bank masih bisa menahan suku bunga dananya lantaran ekses likuditas.

Kredit macet atau non performing loan (NPL) perbankan pun terus membaik. NPL perbankan di Indonesia saat ini di kisaran 2,8%, cukup baik dibandingposisi 31 Desember 2020 di level 3,01%. Sedangkan loan at risk atau LAR (termasuk kredit restru) berada di kisaran 15,9%, membaik dibanding posisi akhir Desember 2020 sebesar 23%. Perbaikan kredit restru artinya situasi ekonomi membaik.

Pertebal Pencadangan dan Modal

Di sisi lain, profitabilitas perbankan Indonesia dinilai sangat baik, baik di tahun 2021 maupun sepanjang tahun 2022. Net Interest Margin (NIM) Indonesia berada di level 4,8% per September 2022, dibanding Singapura misalnya yang hanya 1%. Itulah mengapa masih banyak investor asing yang mengincar bank di Indonesia.

“Tentu lebih baik kita berhati-hati (prudent) dalam mengelola lembaga keuangan. Ada baiknya profitability itu dipakai untuk memupuk cadangan yang lebih banyak. Dalam situasi sedang baik seperti sekarang, memang bankir yang prudent itu biasanya akan memakai laba untuk pencadangan yang lebih baik,” kata Mirza kepada TrenAsia.com, Senin, 14 November 2022.

Mirza juga meminta lembaga keuangan maupun emiten tetap berjaga-jaga dan berhati-hati di tengan kenaikkan suku bunga di berbagai belahan dunia dan strong dollar (penguatan dolar AS terhadap berbagai mata uang) saat ini. 

Khusus bagi perusahaan taua debitur yang memiliki pinjaman dari luar negeri, penggunaannya sebaiknya hanya untuk yang memiliki revenue valas agar risikonya tetap terkendali, misalnya seperti emiten tambang maupun yang berorientasi ekspor.

Kepercayaan Diri Tinggi

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae juga melihat secara umum kondisi perbankan saat ini sangat baik. Rasio-rasio keuangan menunjukan penguatan, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga, penyaluran kredit maupun likuiditas perbankan.  

Sementara itu normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral AS (The Fed rate) menunjukkan arah yang less agressive karena data inflasi AS yang melandai. Dampak geopolitik global juga tidak terlalu signifikan karena exposure global perbankan nasional juga terbatas. Kegiatan spekulasi valas oleh perbankan juga tidak bisa dilakukan karena OJK selalu melakukan pemeriksaan.

Confidence terhadap ekonomi Indonesia sangat baik dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,72%, dan surplus perdagangan yg terus berlangsung, sejalan dengan pertumbuhan kredit yang sudah melampaui 11 %,” kata Dian kepada TrenAsia.com

Direktur Departemen Riset OJK, Edi Setijawan menambahkan, Indonesia beruntung lantaran perekonomiannya tidak tergantung dengan ekspor seperti China, melainkan konsumsi domestik 270 juta penduduk.

Sementara di satu sisi, transaksi sistem perbankan juga tidak banyak yang sifatnya financial engineering, misalnya seperti praktik synthetic derivatives. Dikombinasikan dengan kebijakan relaksasi dan restrukturisasi kredit per sektor, industri dan wilayah, sektor jasa keuangan akan makin prudent.

“Ekonomi kita yang paling rentan barangkali pasar modal dari sisi capital flow. Di rezim devisa bebas saat ini, berbeda dengan saat devisa mengambang terkendali, BI membebaskan aliran modal asing keluar masuk pasar modal. Ini tergantung seberapa kuat cadangan devisa kita yang sekitar US$160 miliar untuk menahan laju capital outflow. OJK menyikapi ini dengan menggalakkan investor domestik terutama investor millennial,” kata Edi kepada TrenAsia.com.

Hybrid

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turut menapaki akhir tahun 2022 dan menginjak tahun baru 2023 dengan harapan kondisi perekonomian Indonesia terus mengalami pemulihan di tengah tantangan yang ada.  

Saat ini likuiditas BCA cukup memadai yang didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang solid. Di sisi pendanaan, dana murah atau CASA naik 15,1% YoY mencapai Rp830,4 triliun per September 2022, berkontribusi hingga 81% dari total dana pihak ketiga. Pertumbuhan CASA menjadi penopang utama bagi kenaikan total dana pihak ketiga yang mencapai Rp1.026 triliun, atau tumbuh 11,0% YoY.

Di tengah ketidakpastian ekonomi, BCA terus mendorong pengembangan layanan berbasis hybrid, baik online maupun offline, untuk dapat mempertahankan posisi di pasar dan senantiasa bertumbuh. BCA terus berupaya untuk mengadopsi teknologi terkini untuk memberikan solusi dan nilai tambah disertai komitmen untuk memberikan service excellence kepada pelanggan.

“Kami membuat beberapa pengembangan infrastruktur maupun solusi digital di platform terintegrasi untuk seluruh segmen pelanggan. Di samping pengembangan layanan digital, kami juga berupaya untuk tetap menjaga kehadiran cabang dengan melakukan modernisasi melalui penambahan sarana digital dalam pemberian layanan agar menjadi semakin efektif,” kata Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA kepada TrenAsia.com.