<p>Ilustrasi Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) / Ekon.go.id</p>
Industri

Sektor Jasa Keuangan Tak Usah Berharap Tuah RUU Cipta Kerja

  • Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menilai Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020, tidak begitu berdampak pada sektor jasa keuangan.

Industri
Aprilia Ciptaning

Aprilia Ciptaning

Author

JAKARTA – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto menilai Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang disahkan pada 5 Oktober 2020, tidak begitu berdampak pada sektor jasa keuangan.

Menurutnya, perkembangan sektor jasa keuangan selalu berjalan mengikuti sektor riil. “Jika keberjalanan RUU Cipta Kerja nantinya tidak dapat mendongkrak investasi, maka sektor keuangan juga tidak mendapat keuntungan secara langsung,” ujarnya kepada TrenAsia.com melalui sambungan telepon, Rabu, 7 Oktober 2020.

Begitu pun jika ada investasi yang masuk, Eko menilai hal ini tidak lantas berdampak langsung ke sektor keuangan, seperti perbankan. Sebab, investasi asing yang ditanam ke Indonesia, selalu masuk satu paket dengan teknologi dan inovasi dari asal negara perusahaan tersebut.

Eko menyebut KB Kookmin Bank sebagai salah satunya. Seperti diketahui, bank asal Korea Selatan tersebut resmi menguasai PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) sebagai pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 67%.

Dalam perkembangannya, bank asing tersebut akan membawa serta produk digitalnya, yakni aplikasi Liiv ke Indonesia. Platform keuangan yang diluncurkan sejak 2016 ini akan diintegrasikan dengan Wokee, aplikasi digital milik Bank Bukopin.

Hal itu dinilai Eko sebagai salah satu channeling yang dilakukan investor asing ketika menanamkan modal di Indonesia.

“Selain suku bunga bank di dalam negeri yang menarik, investor juga memandang Indonesia bisa dijadikan channeling untuk mengaitkan proyek infrastruktur mereka,” jelasnya.

Tak Berdampak Langsung

Meskipun demikian, ia menyebut bahwa sektor keuangan tidak bisa benar-benar berharap pada UU Cipta Kerja. Kecuali jika nantinya UU Cipta Kerja terbukti dapat menciptakan lapangan kerja.

Alasannya, jika ada pertumbuhan jumlah pekerja, katanya, maka otomatis orang tersebut akan menabung sebagian uangnya di bank. “Dari sinilah ada likuiditas yang meningkat melalui dana pihak ketiga (DPK),” ujar Eko.

Di sisi lain, ia pun mengakui proses tersebut tidak bisa berlangsung cepat, karena UU Cipta Kerja dinilai secara ekonomi-politik lebih mengarah ke investasi di sektor mineral dan batu-bara (minerba)

Padahal, kata dia, saat ini kinerja sektor tersebut belum begitu bagus. “Sektor minerba baru akan bangkit seiring pemulihan ekonomi global, dan itu terkait erat dengan bagaimana penanganan pandemi COVID-19,” tutur Eko. (SKO)