Ilustrasi bank.
Rekomendasi

Sektor Perbankan Masih Jadi Primadona, Produk Reksa Dana Indeks Ini Layak Dilirik

  • Dengan kapitalisasi pasar yang besar dan pertumbuhan positif yang stabil, sektor ini menjadi motor penggerak dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Rekomendasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Hanif Mantiq, sebagai CEO STAR Asset Management, menekankan bahwa sektor perbankan terus menjadi favorit di dunia pasar modal. 

Dengan kapitalisasi pasar yang besar dan pertumbuhan positif yang stabil, sektor ini menjadi motor penggerak dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Bursa Efek Indonesia (BEI) telah merespons keunggulan sektor ini dengan meluncurkan indeks-indeks khusus. 

Salah satunya adalah indeks Infobank 15, kolaborasi antara BEI dan majalah Infobank. Indeks ini mencakup 15 saham perbankan terbaik, dipilih berdasarkan kriteria kualitas bank, tata kelola perusahaan, serta likuiditas.

“Kami optimistis Reksa Dana Indeks STAR Infobank 15 akan mampu membuat nasabah memiliki risk and return yang stabil, terutama melihat fenomena bursa saham yang sedang bergejolak seperti sekarang ini. Reksa dana indeks itu memiliki empat keistimewaan utama, seperti besarnya dividen yang dapat dinikmati investornya dan manajemen risiko yang efektif seiring dengan kenaikan imbal hasilnya,” papar Hanif dalam acara Media Day by Mirae Asset, Selasa, 23 April 2024.

Kelebihan utamanya mencakup empat aspek. 

Pertama, sektor perbankan berpotensi menguat seiring dengan pertumbuhan Indonesia yang diproyeksikan menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2050 yang akan didukung oleh sektor perbankan. 

Kedua, kinerja historis yang positif dengan mencatat pertumbuhan rata-rata 11,5% pertahun dalam 10 tahun terakhir, unggul dari indeks lain seperti LQ45, IHSG, dan Sri-Kehati yang berkisar 2,3%-5,8%.

Ketiga, dividen yield yang meningkat signifikan dalam 5 tahun terakhir, diperkirakan mencapai 4,07% pada 2024 dengan rata-rata rasio pembayaran dividen sekitar 45,8%. 

Keempat, manajemen risiko yang efisien ditunjukkan oleh pertumbuhan imbal hasil 25,8% dalam 3 tahun terakhir, melampaui rata-rata indeks lainnya sekitar 6%. 

Menjaga Volatilitas 

Meski tumbuh pesat, Indeks Infobank 15 tetap menjaga volatilitas yang terkontrol dengan nilai beta sekitar 1,18, mendekati rata-rata indeks lain yang sekitar 1,14. Beta di atas 1 menunjukkan volatilitas lebih tinggi dibandingkan acuan.

Rully Arya Wisnubroto, Chief Economist dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menyoroti risiko yang perlu dihadapi sektor perbankan tahun ini.

Salah satunya adalah penurunan kewaspadaan perbankan dalam penyaluran kredit, terutama setelah berakhirnya stimulus restrukturisasi kredit COVID-19 pada 31 Maret 2024. Saat ini, Loan at Risk (LAR) masih tinggi, mencapai 11,56% per-Februari 2024.

Di sisi lain, ekonomi Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan, terutama tekanan terhadap nilai tukar rupiah. 

Rully mengatakan bahwa pergerakan Rupiah sulit diprediksi dalam jangka menengah, dipengaruhi oleh isu global, bukan faktor domestik. Pelemahan Rupiah lebih disebabkan oleh kebijakan suku bunga the Fed yang mempengaruhi volatilitas pasar global.

Dampak dari sentimen global tersebut juga mempengaruhi aliran modal asing keluar dari Indonesia, yang mempersulit Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter dalam waktu dekat.

Kendati demikian, Rully tetap optimis dengan prospek sektor perbankan yang cerah setelah melalui era kebijakan restrukturisasi pandemi COVID-19. 

Dia percaya bahwa pertumbuhan kredit di sektor ini akan terus meningkat, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) yang berada di kisaran 10% – 12%. 

DPK Membaik

Selain itu, Rully juga mengacu kepada Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menunjukkan tanda-tanda membaik pada bulan Januari dan Februari, dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 5,8% secara year-on-year (yoy) dan 5,7% yoy. Angka ini menunjukkan pemulihan dibandingkan tiga bulan sebelumnya di tahun 2023 yang hanya tumbuh di bawah 4% yoy.

Menurut Rully, rasio kredit terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) masih terjaga baik di bawah 85%, dan tingkat kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (Nonperforming Loan/NPL) tetap rendah. 

Hal ini menunjukkan ada potensi bagi pertumbuhan kredit lebih lanjut. Kondisi ini didorong oleh kebijakan makroprudensial pemerintah yang mendukung pertumbuhan.

Pertumbuhan kredit pada Januari 2024 mencapai 11,8% yoy, yang merupakan angka tertinggi dalam hampir lima tahun terakhir. Sementara pada Februari 2024, pertumbuhannya sedikit menurun tetapi masih tinggi, sebesar 11,3% yoy. Di sisi lain, tingkat NPL tetap rendah pada 2,35%.

“Kami memandang bahwa dengan kebijakan makroprudensial yang longgar dan disertai dengan likuiditas yang masih memadai, pertumbuhan kredit masih akan tetap kuat dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia meski di tengah berbagai tantangan di sepanjang tahun 2024 ini,” kata Rully dalam acara Media Day by Mirae Asset Sekuritas, Selasa, 23 April 2024.