Baru 40 persen lahan pertanian di Kaltim yang tergarap, sisanya masih berupa lahan tidur.
Industri

Sektor Pertanian Bisa Mendapat Untung dari UU Cipta Kerja

  • JAKARTA – Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) berpotensi meningkatkan foreign direct investment (FDI) di sektor pertanian, seperti di perkebunan, peternakan, dan hortikultura. FDI yang tinggi akan membuka peluang petani untuk meningkatkan produksi pertanian domestik. Hal ini tentu akan berdampak pada kesejahteraan petani itu sendiri. “Sektor pertanian merupakan […]

Industri
Ananda Astri Dianka

Ananda Astri Dianka

Author

JAKARTA – Riset Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menunjukkan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) berpotensi meningkatkan foreign direct investment (FDI) di sektor pertanian, seperti di perkebunan, peternakan, dan hortikultura.

FDI yang tinggi akan membuka peluang petani untuk meningkatkan produksi pertanian domestik. Hal ini tentu akan berdampak pada kesejahteraan petani itu sendiri.

“Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tumbuh positif di masa pandemi COVID-19. Namun kesejahteraan petani dan efisiensi sektor pertanian di Tanah Air juga masih jauh dari harapan,” kata Head of Research CIPS, Felippa Amanta, Rabu, 7 Oktober 2020.

Felippa menjelaskan dengan masuknya investasi dapat membentuk sektor pertanian yang resilien dan berkelanjutan melalui pendanaan riset dan pengembangan, teknologi, maupun pengembangan kapasitas sumber daya masyarakat.

Potensi tersebut tercermin dihapuskannya batasan PMA di komoditas hortikultura (UU 13 Tahun 2010). Sebelumnya dibatasi di 30% dan juga di komoditas perkebunan (UU 39 Tahun 2014).

Dalam UU Ciptaker, pelaku usaha pengolahan hasil perkebunan juga mendapat akses bahan baku karena dihapuska ketentuan minimal 20% bahan baku dari kebun sendiri.

Keseimbangan dalam Investasi

“Perubahan-perubahan ini idealnya disikapi positif karena masuknya investasi akan membuka lapangan pekerjaan, kesempatan untuk mempelajari teknologi dan pengetahuan baru dan juga membuka peluang ekspor,” ujar Felippa.

Meskipun baik, investasi harus dimbangi dengan proses transfer teknologi dan pengetahuan yang maksimal. Sehingga ke depan masyarakat indonesia tidak bergantung pada investor.

Dengan penerapan teknologi yang baik, maka peluang ekspor juga terbuka lebar. Jika hasil panen mendapat sertifikasi Good Agriculture Pratice atau sistem tanam berkelanjutan, maka pasar Eropa akan sangat terbuka.

Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor pertanian dan kehutanan pada 2018 mencapai Rp 24,5 Triliun. Jumlah ini menurun pada 2019 menjadi Rp 13,4 triliun.

Pada semester I-2020, BKPM mencatat aliran investasi sudah mencapai Rp9,8 triliun, melambat karena adanya pandemi COVID-19.