Ilustrasi Kawasan Pusat Bisnis China (Reuters/Thomas Peter)
Dunia

Sektor Properti China Melemah, IMF Tekan Proyeksi Pertumbuhan

  • Menurut laporan prospek ekonomi regional yang dirilis pada Rabu, 18 Oktober 2023, ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan berkembang sebesar 5% tahun ini dan 4,2% tahun depan. Angka itu turun dari 5,2% dan 4,5% dalam perkiraan IMF bulan April.

Dunia

Distika Safara Setianda

JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan perkiraan pertumbuhan tahun 2023 dan 2024 untuk China. IMF menilai pemulihan China mulai melambat yang mengacu pada ketidakstabilan di sektor propertinya.

Menurut laporan prospek ekonomi regional yang dirilis pada Rabu, 18 Oktober 2023, ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan berkembang sebesar 5% tahun ini dan 4,2% tahun depan. Angka itu turun dari 5,2% dan 4,5% dalam perkiraan IMF bulan April.

“Di China, pemulihan ekonomi mulai melambat, dengan indeks manajer pembelian sektor manufaktur mengalami kontraksi sejak April hingga Agustus, dan kondisi di sektor properti semakin melemah,” kata isi laporan tersebut, yang dilansir dari Reuters, Rabu.

Laporan tersebut memproyeksikan koreksi pasar perumahan yang berkepanjangan di China dalam waktu dekat akan memicu tekanan keuangan yang lebih besar di antara pengembang properti dan penurunan kualitas aset yang lebih besar.

Dampak dari situasi tersebut dapat menyebabkan Produk Domestik Bruto (PDB) China mengalami penurunan hingga sekitar 1,6% dibandingkan dengan proyeksi awal pada tahun 2025. 

Sementara PDB dunia akan turun sekitar 0,6% dibandingkan dengan proyeksi awal. Prospek IMF tahun 2023 untuk Asia dan Pasifik tampak lebih cerah. IMF menyebutnya sebagai wilayah paling dinamis tahun ini.

Badan tersebut mempertahankan proyeksi pertumbuhan sebelumnya untuk wilayah tersebut sebesar 4,6% pada tahun 2023 dan mengatakan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut berada di jalur yang tepat untuk berkontribusi sekitar dua pertiga dari pertumbuhan global tahun ini.

Namun, pertumbuhan di Asia dan Pasifik diharapkan melambat menjadi 4,2% tahun depan. IMF memperkirakan pertumbuhan ini akan semakin melambat menjadi 3,9% dalam jangka menengah.

Di mana yang merupakan yang terendah dalam dua dekade terakhir, kecuali tahun 2020, karena perlambatan struktural di China dan pertumbuhan produktivitas yang lebih lemah di banyak negara lain memberikan tekanan pada wilayah ini.

Disinflasi merupakan titik terang bagi Asia, dengan wilayah tersebut tidak termasuk Jepang diperkirakan akan kembali ke target inflasi bank sentral masing-masing pada akhir tahun depan.

“Ini menjadikan Asia lebih maju daripada bagian dunia lainnya, yang pada umumnya tidak akan melihat inflasi kembali mencapai target setidaknya hingga tahun 2025,” kata laporan tersebut.

Namun demikian, IMF menambahkan, bank sentral di wilayah tersebut harus berhati-hati agar tidak terlalu cepat melonggarkan kebijakan moneter.

“Bank sentral seharusnya melanjutkan kebijakan untuk memastikan inflasi tetap berada pada target yang sesuai dalam jangka waktu yang lama. Kondisi moneter yang ketat dapat menimbulkan tekanan pada stabilitas keuangan, sehingga memperkuat pengawasan keuangan, pemantauan yang cermat terhadap risiko sistemik, dan pemodernan kerangka kerja resolusi menjadi hal yang krusial.”