Sekuritas Ini Prediksi Positif untuk Emiten Nikel TINS, NCKL, hingga ANTM
- Terbatasnya penambahan kapasitas smelter RKEF (rotary kiln electric furnace) di Indonesia, ditambah dengan penutupan smelter di luar negeri, diprediksi akan menurunkan kelebihan pasokan produk nikel kelas 2.
Bursa Saham
JAKARTA - BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan produksi bijih nikel dari perusahaan-perusahaan yang mereka awasi akan tumbuh 28% secara tahunan (yoy) pada 2025, yang dapat mendukung peningkatan margin keuntungan.
Beberapa perusahaan yang tercakup dalam proyeksi ini antara lain PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Namun, meskipun prospek pasokan bijih nikel Indonesia diperkirakan akan membaik pada 2025, analisis BRI Danareksa Sekuritas mencatat bahwa ada potensi risiko yang tetap harus diperhatikan oleh para investor.
- Menguat 69,47 Poin, IHSG Hari Ini 06 Desember 2024 Ditutup di 7.382,78
- Menguat Tipis, LQ45 Hari Ini 06 Desember 2024 Bertengger di 875,84
- Dorong Pertumbuhan Ekonomi Kerakyatan, Bank Mandiri Dukung Program Makan Bergizi Gratis
Hal ini terkait dengan pengaturan ulang kuota produksi bijih nikel, yang meskipun mungkin akan memberikan dorongan, tetap berpotensi menciptakan ketidakseimbangan pasokan, terutama dengan penurunan kuota bijih yang disetujui.
Untuk harga bijih nikel, BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan harga akan tetap stabil, dengan premi bijih nikel diprediksi berada di bawah US$10 per wmt pada 2025, sementara harga bijih saprolit akan tetap berada di kisaran US$28-32 per wmt.
Sementara itu, permintaan untuk nickel pig iron (NPI), yang digunakan dalam produksi baja tahan karat, diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan industri baja global. WoodMac memperkirakan produksi baja tahan karat global akan tumbuh sebesar 5,5% pada 2025 dan 6% pada 2026, yang berpotensi meningkatkan konsumsi nikel primer hingga 7,6%.
“Hal ini menunjukkan bahwa China, Indonesia, dan Rusia tetap menjadi pendorong utama untuk sektor baja tahan karat, berkat ekspansi kapasitas produksi,” ujarnya dalam riset dikutip pada Jumat, 6 Desember 2024.
Di sisi lain, terbatasnya penambahan kapasitas smelter RKEF (rotary kiln electric furnace) di Indonesia, ditambah dengan penutupan smelter di luar negeri, diprediksi akan menurunkan kelebihan pasokan produk nikel kelas 2.
BRI Danareksa Sekuritas masih mempertahankan asumsi harga NPI di angka US$12.000 per ton untuk 2025, namun mereka juga mencatat adanya kelebihan pasokan yang semakin tajam untuk produk nikel kelas 1, yang dapat menekan harga nikel di pasar internasional, terutama di London Metal Exchange (LME), yang diperkirakan akan tetap berada pada level US$16.500 per ton.
Outlook Sektor dan Rekomendasi Saham
BRI Danareksa Sekuritas menurunkan peringkat sektor pertambangan logam, termasuk timah, menjadi netral dari sebelumnya overweight, akibat ekspektasi bahwa harga nikel dan timah pada 2025 akan cenderung stabil, seiring dengan oversupply yang diperkirakan terus terjadi, terutama di pasar China yang masih menunjukkan tanda-tanda permintaan yang lemah.
Namun, meskipun pasar global menghadapi tantangan pasokan dan permintaan, BRI Danareksa Sekuritas mengantisipasi pertumbuhan laba yang positif bagi sejumlah perusahaan yang mereka amati, didorong oleh basis yang lebih rendah pada 2024 akibat keterlambatan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
Mereka memprediksi bahwa pendapatan dan laba bersih perusahaan-perusahaan ini akan tumbuh signifikan, dengan estimasi kenaikan 6,7% pada pendapatan dan 54,8% pada laba bersih pada 2025.
BRI Danareksa Sekuritas memberikan rekomendasi buy untuk saham PT Timah Tbk (TINS), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), sementara saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) direkomendasikan dengan hold. Target harga saham untuk masing-masing adalah sebagai berikut:
- TINS: Rp2.300 per saham
- NCKL: Rp1.400 per saham
- ANTM: Rp2.000 per saham
- MBMA: Rp560 per saham
- MDKA: Rp2.600 per saham
- INCO: Rp3.900 per saham