Bank Indonesia
Obligasi

Sekuritas Rupiah Bank Indonesia Laris Manis, Jokowi Malah Pusing

  • Jokowi merasa was-was dengan situasi ini dan mengingatkan perbankan agar tidak hanya fokus pada instrumen investasi semata.

Obligasi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Belakangan ini, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) menjadi topik hangat di kalangan pelaku pasar uang. Diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI) sejak 15 September 2023, instrumen operasi moneter baru ini dirancang untuk menarik investasi portofolio asing. SRBI bisa dibeli oleh eksportir maupun investor asing melalui pasar sekunder, menawarkan peluang investasi yang menarik.

Kala itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan SRBI diterbitkan sebagai instrumen operasi moneter kontraksi yang pro-pasar. Dengan tujuan memperdalam pasar uang, SRBI diharapkan dapat meningkatkan likuiditas dan memperluas basis investor di pasar keuangan Indonesia. 

Pemerintah juga berharap bahwa SRBI akan meningkatkan efisiensi pasar uang domestik, karena instrumen ini dapat diperdagangkan di pasar uang.

Bank Indonesia (BI) memiliki lebih dari Rp1.000 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) yang disekuritisasi dan dijadikan underlying asset. Ini memungkinkan BI untuk memanfaatkan aset-aset tersebut secara lebih efektif dalam mendukung stabilitas moneter dan keuangan. SRBI diterbitkan dengan tenor pendek hingga 12 bulan.

“Kita keluarkan SRBI. Apa SRBI itu? Sekuritas Rupiah BI. Kenapa disebut sekuritas? Karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki oleh BI. BI kan punya lebih dari Rp 1.000 triliun SBN, nah kita sekuritisasi SBN ini dijadikan underlying,” papar Perry di kantor BI, Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2023.

SRBI diterbitkan tanpa warkat dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, sehingga memberikan fleksibilitas dan kemudahan dalam transaksi. Dengan berbagai keunggulan ini, SRBI diharapkan dapat menjadi salah satu instrumen andalan dalam menjaga stabilitas dan memperkuat pasar keuangan Indonesia.

SRBI Laris Manis

Seiring berjalannya waktu, sektor perbankan Indonesia telah menunjukkan minat yang signifikan terhadap SRBI, dengan jumlah kepemilikan yang melesat hingga Rp461,29 triliun hingga Juni 2024. 

Angka ini mewakili 63,97% dari total SRBI yang beredar, artinya jumlahnya naik drastis dari yang sebelumnya Rp66,5 triliun saat instrumen ini pertama kali diluncurkan pada September 2023. 

Lonjakan kepemilikan SRBI ini memicu berbagai spekulasi bahwa bank-bank lebih memilih untuk menempatkan dana mereka pada instrumen ini dibandingkan menyalurkan kredit. 

Daya tarik SRBI tidak lepas dari tingkat bunga yang menggiurkan, yaitu di atas 7%. Sebagai contoh, pada tanggal 12 Juli 2024, SRBI menawarkan bunga 7,3% untuk tenor enam bulan, 7,39% untuk sembilan bulan, dan 7,43% untuk 12 bulan. Tingkat pengembalian yang menarik ini menjadikan SRBI sebagai pilihan investasi yang diminati oleh sektor perbankan.

Malah buat Jokowi Was-was

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyampaikan kekhawatirannya mengenai kecenderungan perbankan yang terlalu banyak menempatkan dananya pada surat berharga, termasuk SRBI. 

Jokowi merasa was-was dengan situasi ini dan mengingatkan perbankan agar tidak hanya fokus pada instrumen investasi semata. Ia menekankan pentingnya perbankan untuk memprioritaskan penyaluran kredit sebagai langkah strategis untuk memutar uang di sektor riil. 

Kekhawatiran Presiden semakin mendalam karena pada saat itu, penyaluran kredit perbankan hanya sekitar 10%, menandakan aliran dana ke sektor riil masih sangat minim. Jokowi berharap agar perbankan dapat lebih proaktif dalam menyalurkan kredit, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih dinamis dan merata.