<p>Gedung BRI di Kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. / Bri.co.id</p>
Nasional

Selain Holding Ultra Mikro BRI-Pegadaian-PNM, Indef Ingin Pusat Data Terpadu UMKM di 2021

  • Pada 2020 lalu, wacana pembentukan holding untuk pemberdayaan UMKM kembali mencuat. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berkali-kali menyebut, dalam waktu dekat akan ada pembentukan holding pemberdayaan UMKM.

Nasional

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA – Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, upaya sistemik harus dilakukan guna mendorong perbaikan kondisi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di 2021.

Menurutnya, salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah membangun ekosistem terintegrasi untuk mengurus dan memberdayakan UMKM Tanah Air. Pembentukan ekosistem terpadu harus dilakukan, karena selama ini pemberdayaan UMKM terkesan masih dilakukan parsial oleh banyak lembaga.

Melalui integrasi pemberdayaan, sambung Enny, diharapkan tercipta pusat data terpadu mengenai UMKM yang bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun ini.

“Suka atau tidak, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Jika tulang punggung ini dibiarkan rapuh, fundamental perekonomian juga rentan. Karenanya harus ada upaya sistemik dengan membangun ekosistem terintegrasi dalam mengurus UMKM,” ujarnya di Jakarta, Senin 4 Januari 2021.

Niat membangun sistem pemberdayaan UMKM yang terintegrasi sebenarnya telah dimiliki pemerintah sejak beberapa waktu lalu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada akhir 2019 pernah mengutarakan keinginannya agar tercipta suatu holding untuk pemberdayaan UMKM agar lebih berdaya saing.

Petugas melayani warga saat melakukan transaksi di gerai pegadaian Jakarta. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia
Holding Pemberdayaan UMKM

Pada 2020 lalu, wacana pembentukan holding untuk pemberdayaan UMKM kembali mencuat. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berkali-kali menyebut, dalam waktu dekat akan ada pembentukan holding pemberdayaan UMKM.

Wacana ini pun melibatkan sejumlah perusahaan pelat merah, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), serta PT Permodalan Nasional Madani (Persero).

Bagi Enny, konsolidasi BUMN untuk pemberdayaan UMKM merupakan hal baik dan bisa efektif mendorong penyelamatan UMKM pascakrisis akibat pandemi COVID-19. Integrasi BRI, PNM, dan Pegadaian dinilainya bisa meningkatkan efisiensi ketiga perusahaan pelat merah tersebut.

Selama ini, lanjutnya, BRI hanya mampu menjangkau usaha-usaha yang bankable, padahal mayoritas usaha mikro dan ultra mikro adalah unbankable. Segmen tersebut selama ini lebih banyak digarap Pegadaian dan PNM, tetapi sumber pendanaan kedua perusahaan terbatas dan menyebabkan bunga pembiayaan nasabah mikro dan ultra mikro tinggi.

“Jika kelemahan dan kelebihan tiga BUMN tersebut dikonsolidasikan, maka berpeluang terjadinya sinergi dan integrasi untuk meningkatkan efisiensi,” tambahnya.

Pekerja mengenakan busana formil jas, kemeja, dan berdasi layaknya pekerja kantoran memproduksi tahu di industri rumahan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kawasan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin, 14 Desember 2020. Foto : Ismail Pohan/TrenAsia
Pusat Data Usaha Mikro dan Ultra Mikro

Ia mengungkapkan, ke depannya pemerintah harus segera menyediakan pusat data untuk pelaku usaha mikro dan ultra mikro. Selama ini, banyak program pemerintah dinilai tidak bisa berjalan efektif karena terhambat persoalan data UMK dan Ultra Mikro yang masih terfragmentasi.

“Data usaha mikro dan ultra mikro masih sangat fragmented. Hal ini menyulitkan pemerintah untuk menyalurkan anggaran PEN. Jika ada pendataan satu pintu, tentu akan lebih memudahkan pemerintah membangun ekosistem UMKM yang terintegrasi,” papar Enny.

Pada pertengahan Desember 2020, Menteri BUMN Erick Thohir pernah menyebut bahwa langkah pemerintah mengonsolidasikan BRI, PNM, dan Pegadaian salah satunya untuk membuat pendataan terpadu UMKM dan Ultra Mikro. Pendataan terpadu bisa menjadi jalan masuk untuk meningkatkan kelas pengusaha ultra mikro, mikro, dan kecil di Indonesia.

“Jadi kita kelihatan, yang tadinya enggak bankable, sekarang pinjamannya Rp2 juta sampai Rp10 juta, nanti kalau pinjamannya Rp20 juta sampai Rp30 juta itu dibantu Pegadaian. Kalau [pinjaman] di atas Rp50 juta, BRI masuk,” tutupnya. (SKO)