<p>Suasana bongkar muat barang di Terminal Petikemas Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
BisnisAsia

Selama Pandemi Tarif Angkutan Petikemas Internasional Melonjak, Domestik Lebih Terjaga

  • JAKARTA- Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan biaya ekonomi di sektor pelayaran dunia melonjak tajam. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh berkurangnya lalu lintas kapal pengangkut petikemas ke berbagai pelabuhan dunia akibat terbatasnya aktivitas ekonomi. Ibrahim Khoirul Rohman, Ketua Forum Angkutan Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia, mengatakan, kenaikan biaya angkutan petikemas selama pandemi COVID- 19 telah membuat biaya […]

BisnisAsia
Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

JAKARTA- Pandemi COVID-19 telah mengakibatkan biaya ekonomi di sektor pelayaran dunia melonjak tajam. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh berkurangnya lalu lintas kapal pengangkut petikemas ke berbagai pelabuhan dunia akibat terbatasnya aktivitas ekonomi.

Ibrahim Khoirul Rohman, Ketua Forum Angkutan Logistik Masyarakat Transportasi Indonesia, mengatakan, kenaikan biaya angkutan petikemas selama pandemi COVID- 19 telah membuat biaya logistik di Tanah Air semakin mahal. Alhasil,  frekuensi kapal pengangkut petikemas ke berbagai negara tujuan ekspor juga berkurang. Kondisi ini membatasi aktivitas ekspor-impor ke Indonesia melalui jalur laut.

Selama tahun 2020 banyak perusahaan pelayaran yang mengurangi frekuensi pengiriman petikemas untuk efisiensi. Akibatnya freight rate pegangkutan petikemas ke luar negeri naik hingga empat kali lipat dibandingkan sebelumnya. “Ini yang semakin memberatkan ekonomi saat pandemi COVID-19,” kata Ibrahim, Selasa 26 Januari 2021.

Ibrahim mengungkapkan, freight rate International mulai naik tajam pada kuartal III dan IV tahun ini. Sebut saja, misalnya, tarif freight rate ke India dari semula hanya US$400 per teus (kontainer) menjadi US$1.300 per teus. Lalu, tarif angkut ke Brasil US$700 per teus jadi US$1.500 per teus, dan ke Eropa dari US$1.500 per teus jadi US$2.500 per teus.

Tentu saja kenaikan biaya freight rate rute ke luar negeri itu akan memukul eksportir di Tanah Air. Sebab, sebagian besar ekspor Indonesia tergolong low value comodity. Negara kita tidak mengekpsor high end product. Sebagian besar ekspor Indonesia adalah produk bahan mentah.

Menurut Ibrahim, eksportir yang biasanya bisa melakukan pengiriman barang hingga 100 kontainer pasar luar negeri, tapi sejak tingginya biaya freight rate, mereka hanya bisa mengangkut sekitar 5-20 kontainer per bulan.

Ibrahim menambahkan, biaya freight rate rute internasional yang mahal itu, tidak memberikan kompensasi menarik terhadap value ekspor. Dia mencontohkan ekspor barang-barang raw material seperti bahan tekstil dasar yang belum diolah. Nilai pengiriman barang ini tidak seberapa dibandingkan besarnya tarif freight rate saat ini.  “Nah ini pukulan bagi eksportir kita di kuartal IV tahun lalu dan mungkin berlanjut di kuartal I 2021,” imbuh Ibrahim.

Pendapat senada diungkapkan Saut Gurning, Pengamat Maritim dari Institut Teknologi Surabaya (ITS). Dia bilang, dalam sebulan terakhir sejak awal Desember 2020 hingga Januari 2021, freight kontainer ke luar negeri melonjak tajam, khususnya rute intra Asia.

Bahkan, kenaikan freight rate tertinggi hingga 25 kali lipat dibandingkan sebelumnya, terjadi pada rute ekspor tujuan pelabuhan Shanghai, Shenzen dan Xiamen China.

Rute Domestik

Namun, berbeda dengan kondisi freight rate ke luar negeri, tarif angkutan kontainer di rute domestik relatif tidak mengalami gejolak yang luar biasa. Tarif angkutan ke berbagai pelabuhan tujuan di dalam negeri, bahkan sempat memgalami penurunan akibat berkurangnya aktivitas ekonomi di awal pademi COVID-19 tahun lalu.

Tapi, sejalan dengan menggeliatnya ekonomi domestik, biaya angkutan petikemas ke berbagai pulau di dalam negeri mulai pulih.

“Biaya angkutan petikemas pelayaran domestik relatif stabil selama pandemi ini. Hal ini  memberikan efek positif bagi ekonomi di daerah, mengingat lonjakan freight rate ke luar negeri sangat membebani ekonomi Indonesia,” papar Saut.

Ibrahim menambahkan stabilitas tarif angkutan di rute domestik, tak lepas dari adanya penerapan azas Cabotage. Kebijakan ini berperan penting dalam menjaga lalu lintas pelayaran di dalam negeri. Karena, dengan hanya melibatkan kapal-kapal berbendera Indonesia dengan awak kapal WNI, aktivitas pelayaran cenderung stabil selama masa pandemi.

Berbeda halnya jika pelayaran asing bisa masuk ke berbagai pelabuhan di daerah. Kenaikan freight rate yang gila-gilaan bisa saja terjadi di angkutan domestik, karena kapal-kapal asing tidak banyak yang berlayar. “Makanya penting sekali bagi Indonesia untuk memperkuat pelayaran domestik,” tegas Ibrahim.