Seleksi Warna Film, Apakah Bisa Kominfo Sensor Netlfix Cs?
- Diketahui revisi UU Penyiaran tengah dikebut oleh DPR, di sisi lain, Kominfo siap gandeng LSF dan KPI terkait rencana sensor konten atau film yang tayang melalui platform Over The Top (OTT) seperti Netlfix Cs.
Gaya Hidup
JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berencana melakukan sensor terhadap seluruh konten atau film yang ditayangkan melalui platform Over The Top (OTT) seperti Netlfix Cs.
Sejatinya Kominfo telah memiliki kewenangan dalam meminta take down konten atau film yang dianggap tidak sesuai norma dan budaya lewat aturan perusahaan yang terdaftar dalam Penyelanggara Sistem Elektronik (PSE) termasuk Netflix Cs.
Namun, untuk sensor film yang tayang di Netflix Cs, ranahnya masih bersifat abu-abu antara dilakukan Lembaga Sensor Film (LSF) atau Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pasalnya sampai detik ini, masih belum ada payung hukum tetap yang mengatur tayangan yang beredar di jejaring internet.
- Sang Drakula Ternyata Menangis Darah
- Terjadi Peningkatan Harga Properti Residensial, Meski Penjualan Menguat
- INFO BMKG: Gempa Guncang Kab. Naganraya di Darat 35 Km Timur Laut 5.2 Magnitudo
Merujuk UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, LSF sebenarnya telah berulang kali melakukan sensor film yang layak dikonsumsi masyarakat Indonesia melalui Netflix Cs. Meski begitu, platform streaming terkadang tak tunduk aturan dan tetap menayangkan karya cineas yang telah dilarang diputar di bioskop Tanah Air.
Sementara, KPI yang acap kali mengaburkan gambar televisi karena tidak sesuai adat dan budaya seperti mengandung unsur pornografi, juga tak memiliki dasar hukum untuk mengatur konten yang tayang melalui sosial media atau layanan streaming tersebut.
Pasalnya, sensor tayangan terhadap platform seperti Netflix Cs terhalang UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dikatakan dalam aturan tersebut bahwa kewenangan KPI hanya berlaku untuk konten yang disiarkan melalui radio dan televisi yang berpusat di Indonesia.
Uji Materi
Percepatan transformasi digital yang begitu masif terutama saat situasi pandemi Covid-19. Hal itu mengakibatkan pergeseran konsumsi hiburan dari media konvensional seperti televisi beralih ke platform streaming internet.
Bahkan, perusahaan media konvesional mulai memperluas bisnisnya ke platform OTT. Atas hal itu, pada 2020, dua stasiun tv swasta melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pasal 1 angka 2 UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Tapi, seluruh permohonan yang diajukan itu tidak dikabulkan oleh MK.
Intinya, dua stasiun tv swasta menganggap aturan dalam pasal tersebut kurang jelas. Mereka menilai perkembangan digital yang kian masif, definisi penyiaran harus dijabarkan secara rinci dan diperluas ke platform OTT.
Revisi UU Penyiaran
Sejak 2012, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah berinisiatif untuk mengubah UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Namun, hingga dua periode jabatan (2009-2014 dan 2014-2019) revisi tersebut urung juga diselesaikan.
Kendati demikian, perkembangan terkini, revisi UU Penyiaran telah memiliki panitia kerja (Panja) dan tengah mencari banyak pendapat dan masukan dari para ahli di bidang terkait. Rencananya revisi tersebut bakal disahkan, sebelum pesta demokrasi serentak 2024 mendatang.
"Kita saat ini sedang menerima masukan-masukan dari universitas-universitas dan lembaga penyiaran. Kita melakukan penyerapan aspirasi dengan mengundang pihak-pihak yang kompeten terkait hal ini. Mudah-mudahan rampung di masa sidang depan, sebelum Pemilu sudah selesai lah," kata Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini, Kamis (21/07/2023), dikutip dari Parlementaria, Jumat 18 Agustus 2023.
Diketahui, revisi UU Penyiaran disiapkan untuk menjangkau aturan tayangan di internet termasuk platform OTT dan lembaga penyiaran seperti televisi dan radio. Mengingat, saat ini media sosial telah banyak menayangkan konten audio visual namun belum ada payung hukum yang mengaturnya.
- Makin Banyak Pesaing, Ini Cara Bank Digital Bikin Nasabah Tidak Berpaling
- Tingkatkan Kemajuan, PLN Pasok Listrik ke Desa Perbatasan Malaysia
- Sambut HUT RI Warga Kalibata City Gelar Donor Darah
Tumbuh Pesat
Layanan streaming film Netflix yang berkantor pusat di Los Gatos, California, AS, pertama kali mengudara di Indonesia pada Januari 2016. Kedatangannya disambut ramah oleh masyarakat Tanah Air.
Namun, belum genap satu bulan mengudara, pada 27 Januari 2016, operator jaringan di bawah Telkom Group melakukan pemblokiran akses ke situs Netflix dan baru dikembali dibuka pada medio 2020. Alasan perusahaan plat merah memblokir ke situs tersebut, lantaran tak mengantongi izin usaha dan kerap menampilkan film yang mengandung unsur pornografi.
Kendati diblokir 4 tahun oleh pengguna operator seluler terbanyak di Tanah Air. Taji Netflix dalam menyajikan film berkelas mampu menarik minat masyarakat Indonesia. Bahkan pada 2020 hampir tembus 1 juta pelanggan.
Melansir dari situs App Nei, pada 2017, jumlah pelanggan Netflix di Indonesia hanya 95 ribu saja. Kemudian pada 2018, meningkat hingga 2,5 kali lipat jadi 237,3 ribu. Selanjutnya pada 2019 meningkat menjadi 482 ribu, dan tahun 2020 sudah mencapai 900 ribu lebih pelanggan.
Sementara, pada kuartal pertama 2023, angka pelanggan Netflix di Indonesia telah mencapai 1,75 juta. Jumlah tersebut cenderung stabil, di tengah persaingan ketat dengan Disney Hotstar yang meluncur pada Pandemi COVID-19 dan banyak platform streaming film lainnya.