Selesaikan Likuidasi, LPS: Mohon Nasabah BPR Nurul Barokah Tetap Tenang
JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan proses pembayaran klaim simpanan dan likuidasi PT BPR Nurul Barokah di Padang Pariaman. Menurut Sekretaris LPS Muhamad Yusron, hal ini dilakukan setelah izin usaha PT BPR Nurul Barokah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 11 Desember 2020. “Demi memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai ketentuan yang […]
Nasional & Dunia
JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan proses pembayaran klaim simpanan dan likuidasi PT BPR Nurul Barokah di Padang Pariaman.
Menurut Sekretaris LPS Muhamad Yusron, hal ini dilakukan setelah izin usaha PT BPR Nurul Barokah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 11 Desember 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
“Demi memastikan simpanan nasabah dapat dibayar sesuai ketentuan yang berlaku, LPS akan merekonsiliasi dan memverifikasi data,” ujarnya mengutip keterangan resmi, Rabu, 16 Desember 2020.
Yusron bilang, proses ini akan selesai paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha alias pada 26 April 2021. Nantinya, pembayaran dana nasabah akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tersebut.
Dalam pelaksanaan likuidasi, lanjutnya, LPS akan mengambil alih, serta menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham.
“Semua wewenang akan kami ambil alih, termasuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bank,” tambahnya.
Adapun hal lain yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum dan proses likuidasi bank, LPS membentuk Tim Likuidasi yang menjalankan fungsi pengawasan.
Yusron menambahkan, sebagai upaya mengurangi kontak langsung di tengah pandemi, nasabah diimbau untuk melihat status simpanannya melalui situs www.lps.go.id.
Namun, bagi debitur bank yang akan melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman, Tim Likuidasi tetap melayani di kantor PT BPR Nurul Barokah.
“Nasabah diharapkan tetap tenang, serta tidak terprovokasi melakukan tindakan yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi,” kata dia.
Cabut Izin Enam BPR
Sebagai informasi, selama periode Januari hingga Oktober 2020, LPS menyebut sudah ada enam BPR yang dicabut izinnya OJK. Namun, pada masa pandemi ini tidak ada bank umum yang ditangani LPS.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, jumlah BPR yang ditangani LPS di tahun ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ia juga bilang bahwa tren industri saat ini masih wajar serta tidak membahayakan sistem perbankan.
“Proses likuidasi yang dilaksanakan LPS terhadap enam BPR tersebut tidak mempengaruhi kondisi industri perbankan secara keseluruhan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, akhir Oktober lalu.
Purbaya menjelaskan bahwa kondisi perbankan masih stabil yang ditunjukkan oleh kondisi permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga.
Sementara, tekanan pada perbankan selama masa pandemi ini masih dapat dikendalikan dengan baik sehingga tidak membahayakan sistem perbankan.
Sebelumnya, LPS menyebut ada tujuh bank kecil yang mengalami gagal bayar. Bank-bank tersebut merupakan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau BPR Syariah.
“Ini belum pada level yang membahayakan karena setiap tahun kami menerima enam hingga tujuh BPR yang harus kami tangani. Jadi walaupun ada yang gagal, tetapi ini masih dalam batas normal,” kata Purbaya.
Secara umum, katanya, dana pihak ketiga (DPK) di seluruh bank sudah mulai membaik. Khususnya DPK pada bank umum kegiatan usaha I (BUKU I) dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun. Artinya, dampak negatif dari tekanan likuiditas maupun DPK akibat COVID-19 dapat dikatakan berangsur membaik.
Dana Berpindah ke Bank Kecil
Bahkan, sistem perbankan di Indonesia dianggap mengalami kemajuan, ditandai oleh pindahnya dana korporasi ke bank-bank kecil.
“Banyak badan usaha yang memindahkan dana ke bank yang lebih kecil. Ini menunjukkan adanya kepercayaan yang meningkat,” ungkap Purbaya.
Ia mengatakan, simpanan atau dana pihak ketiga (DPK) di atas Rp5 miliar mulai berpindah dari kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV ke BUKU I, BUKU II, dan BUKU III.
Hal ini terjadi sejak Agustus hingga Desember 2020. Bahkan, lanjutnya, BUKU I sudah di atas level pada Desember akhir tahun lalu.
Purbaya mengaku, kondisi likuiditas perbankan sudah lebih baik dibandingkan dengan situasi sebelum pandemi. Kemajuan tersebut, kada dia, dapat memberi kepastian lebih sehingga masyarakat tidak perlu khawatir menyimpan uang di bank.
“Ini menunjukkan kepercayaan kepada sistem perbankan sudah lebih merata,” ucap dia.
Di samping itu, Purbaya mengaku bahwa perubahan ini tidak dapat dilepaskan dari peran dan kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Bank Indonesia. Ia pun optimistis, sistem perbankan tahun depan tidak akan mengalami gangguan yang signifikan.