Semester I-2020 Rugi Rp11 T, Pertamina Yakin September Bisa Raup Laba Rp9 Triliun
Tak butuh waktu lama, pada akhir September nanti diperkirakan Pertamina bisa menutupi kerugian pada paruh pertama.
Industri
JAKARTA – Perusahaan minyak dan gas pelat merah PT Pertamina (Persero) harus menelan pil pahit akibat mencatatkan rugi bersih US$767,92 juta setara dengan Rp11,2 triliun (kurs Rp14.600 per dolar Amerika Serikat) pada semester I-2020. Namun holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas ini optimistis bisa membalikkan keadaan hanya dalam waktu sekejap.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, hal tersebut dapat diwujudkan jika Pertamina konsisten menorehkan laba Rp7 triliun setiap bulan seperti pada awal paruh kedua tahun ini.
Tak butuh waktu lama, pada akhir September nanti diperkirakan Pertamina bisa menutupi kerugian pada paruh pertama. Bahkan, perusahaan pelat merah ini optimistis bisa membukukan laba bersih sebesar Rp9 triliun pada bulan ini.
“Kalau Juni kita rugi Rp11 triliun, maka per Juli kerugian Pertamina turun jadi Rp5 triliun. Lalu kalau Agustus untung lagi Rp7 triliun, maka Pertamina bisa menutupi kerugian Rp5 triliun, sisanya jadi untung Rp2 triliun. Nah, kalau September untung misalnya Rp7 triliun lagi, maka September bisa catat untung Rp9 triliun,” ujarnya saat berbincang dengan reporter TrenAsia.com, Selasa 8 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Pada pada Januari 2020, Pertamina masih membukukan laba bersih positif US$87 juta setara Rp1,27 triliun. Namun memasuki tiga bulan selanjutnya, perseroan mengalami kerugian bersih rata-rata US$500 juta, setara Rp7,3 triliun setiap bulan.
Memasuki periode Mei hingga Juli 2020, Pertamina kembali mencatatkan laba bersih rata-rata sebesar US$350 juta atau senilai Rp5,1 triliun tiap bulannya. Pencapaian ini memang terus mengurangi kerugian yang sebelumnya telah tercatat.
Kendati demikian, dia menyatakan bahwa hal ini hanya perkiraan saja dan tidak dapat menjadi patokan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan juga menjadi pertimbangan tersendiri.
“Tapi enggak bisa main disamaratakan saja. Kita lihat ke depannya seperti apa. Yang jelas EBITDA dan laba operasi kita positif, ini menunjukkan operasional berjalan baik,” tutur Fajriyah.
Target Laba dan Ekspansi
Dia memproyeksikan bahwa kemungkinan besar laba Pertamina tahun ini tidak akan sebesar tahun sebelumnya yang mencapai Rp36 triliun. Hal ini dikarenakan tantangan berat yang dihadapi perseroan di tengah pandemi COVID-19 serta pengurangan demand bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, Fajriyah juga menyatakan adanya pemangkasan pada belanja operasional (operational expenditure/opex) dan belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan. Untuk belanja operasional, perseroan akan memotong anggaran hingga 30%. Sedangkan, Pertamina akan melakukan efisiensi belanja modal sebesar 23%.
Untuk rencana ekspansi perusahaan, Fajriyah mengaku masih menjalani proses kajian. Ia juga enggan menyampaikan detail dari proses tersebut. (SKO)