<p>PT Bio Farma (Persero) dan dan perusahaan rintisan bioteknologi Nusantics meluncurkan Bio Saliva, alat uji untuk mendeteksi COVID-19 dengan metoda kumur (gargling). / Dok. Bio Farma</p>
Industri

Semester I-2021, Pendapatan Holding BUMN Farmasi Meningkat Jadi Rp15,26 Triliun

  • Pada semester pertama tahun ini, Holding BUMN Farmasi mencapai pendapatan Rp15,26 triliun, naik164 persen dari tahun lalu
Industri
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Tantangan pandemi COVID-19 tidak menyusutkan pencapaian positif keuangan BUMN Farmasi. Pada semester pertama tahun ini, holding bisnis obat-obatan BUMN mencapai pendapatan Rp15,26 triliun.

Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan jumlah pendapatan Holding BUMN Farmasi ini naik 164% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp5,78 triliun.

Adapun rinciannya, pendapatan yang diperoleh Bio Farma dari proyek penugasan sebesar Rp8,12 triliun, yang terdiri dari Rp7,97 triliun program vaksin COVID-19 dan Rp144,30 miliar dari program Vaksinasi Gotong Royong.

Honesti mengatakan penjualan Bio Farma tanpa penugasan COVID-19 mencapai Rp985 miliar, yaitu mencapai 84,39% dari yang ditargetkan pada semester I-2021.

"Pencapaian ini terdiri dari penjualan ekspor yang mencapai Rp549 miliar, dan untuk penjualan dalam negeri mencapai Rp66,39 miliar, atau baru terealisasi 59,8 persen dari yang dianggarkan," ujar Honesti dalam keterangan resmi, dikutip Selasa, 28 September 2021.

Dia menambahkan, pada semester I-2021 Kimia Farma membukukan pendapatan sebesar Rp5,56 triliun yang diperoleh dari penjualan produk pihak ketiga sebesar Rp4,1 triliun, termasuk didalamnya dari program VGR sebesar Rp402,9 miliar.

Untuk Indofarma sendiri, pendapatannya mencapai Rp849.33 miliar yang bersumber dari penjualan Obat Generik Berlogo (OGB) dan etchical sebesar Rp492,79 miliar, sisanya dari penjualan alkes multivitamin dan lain-lain.

Masih on Track

Holding BUMN Farmasi baru dibentuk Menteri BUMN Erick Thohir pada31 Januari 2020. Honesti mengatakan, kinerja keuangan holding bisnis farmasi tersebut masih on track alias membutuhkan waktu untuk mencetak kinerja yang diharapkan pemerintah.

Salah satu tantangan yang dihadapi paling besar pasca holding adalah munculnya gelombang pandemi COVID-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia pada Maret 2020.

Pasalnya, banyak penjualan perusahaan ke luar negeri terhambat akibat pembatasan di beberapa negara mitra dagang.

Sementara di dalam negeri pemerintah mengarahkan perhatian pada upaya vaksinasi termasuk obat-obatan untuk penanganan COVID-19 sehingga belum bisa mengungkit lebih besar target penjualan perusahaan.

"Penjualan sektor swasta mencapai Rp431 miliar, atau sudah mencapai 105 persen dari yang dianggarkan sebesar Rp411 miliar. (Sebanyak) 68,86 persen dari total penjualan dalam negeri sektor swasta diperoleh dari penjualan RT-PCR dengan nama M-BioCov, mencapai Rp283 miliar," terang Honesti.

Dia mengungkapkan, bersyukur bahwa Bio Farma dalam menghadapi pandemi berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus COVID-19, yaitu berupa Rapid Test Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) yang diluncurkan pada semester I tahun 2020.

Honesti mengatakan, inovasi yang dihasilkan dari hasil kolaborasi bersama startup ini sudah memenuhi gold standard RT-PCR kit. RT-PCR ini juga dilengkapi dengan media VTM (Viral Transport Media) yang dibuat dan diproduksi secara mandiri oleh Bio Farma.

Selain meluncurkan produk RT PCR Kit, Bio Farma Kembali meluncurkan inovasi terbaru yaitu Bio Saliva, alat uji untuk mendeteksi COVID-19 dengan metode kumur (gargling). 
Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19.

Gargle PCR memiliki sensitifitas hingga 95% sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standar SWAB NasofaringOrofaring menggunakan PCR Kit.

Keunggulan produk ini merupakan produk non invasif yang memberikan kenyamanan terhadap orang yang akan di PCR.*