Bendera Sri Lanka
Dunia

Sempat Bangkrut Tertimbun Utang, Sri Lanka Tak Kapok Pinjam IMF

  • Sri Lanka memiliki utang luar negeri yang besar, mencapai 100% dari PDB. Hal ini membuat negara tersebut kesulitan membayar cicilan dan bunga utang

Dunia

Muhammad Imam Hatami

KOLOMBO -  Sri Lanka akan menerima pendanaan tahap dua dari International Monetary Fund (IMF).

Menteri Keuangan Sri Lanka, Shehan Semasinghe, mengungkap  IMF akan mengucurkan bantuan utang sebesar US$336 juta atau sekitar Rp5,46 triliun (kurs Rp16.290) kepada negara tersebut.

Setelah mengalami krisis ekonomi yang parah, dukungan finansial ini diharapkan dapat memberikan dorongan signifikan dalam berbagai sektor. Dana ini akan difokuskan pada peningkatan infrastruktur, pengembangan industri lokal, serta penguatan sektor keuangan. 

Dalam unggahannya di media sosial, Semasinghe mengklaim pendanaan ini akan memperkuat perekonomian Sri Lanka yang sempat ambruk ekonominya, dan merupakan langkah penting terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

"Langkah ini sangat penting untuk memperkuat stabilitas dan ketahanan ekonomi kita," ujar Semasinghe, dilansir Xinhua, Jumat 14 Juni 2024.

Lebih lanjut, Semasinghe menjelaskan bahwa pencairan dana akan membuka jalan bagi kebijakan ekonomi yang lebih kuat dan reformasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan jangka panjang yang berkelanjutan. 

Menurutnya, dukungan finansial ini akan menjadi pendorong kebijakan ekonomi yang dapat meningkatkan daya saing ekonomi Sri Lanka.

IMF sebelumnya telah mengucurkan bantuan keuangankepada Sri Lanka. Nilainya mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp16 triliun. 

"Dukungan ini menunjukkan kepercayaan internasional terhadap kemampuan Sri Lanka untuk melaksanakan reformasi ekonomi yang diperlukan," tambah Semasinghe.

Bantuan ini diharapkan dapat membantu Sri Lanka mengatasi tantangan ekonomi yang dihadapinya, termasuk stabilisasi nilai tukar, pengurangan defisit fiskal, dan penciptaan lingkungan yang kondusif bagi investasi. 

Sri Lanka Bankrut

Sri Lanka mengalami krisis ekonomi yang parah pada tahun 2022 dan 2023 yang mengantarkan negara tersebut ke jurang kebangkrutan. Pada bulan April 2022, Sri Lanka resmi menyatakan default atas utang luar negeri senilai US$51 miliar atau sekitar Rp829,7 triliun. 

Krisis ini disebabkan oleh berbagai faktor, pertama karena utang luar negeri yang besar, Sri Lanka memiliki utang luar negeri yang besar, mencapai 100% dari PDB. Hal ini membuat negara tersebut kesulitan membayar cicilan dan bunga utang.

Kedua, terjadinya penurunan pendapatan dari pariwisata, Industri pariwisata Sri Lanka, yang merupakan salah satu sumber pendapatan utama negara, mengalami penurunan drastis akibat pandemi COVID-19.

Ketiga, peningkatan harga komoditas, peningkatan harga komoditas seperti minyak dan gas meringankan krisis ekonomi Sri Lanka, karena negara tersebut harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk impor.

Terakhir, kebijakan ekonomi yang salah, pemerintah Sri Lanka dianggap telah melakukan beberapa kebijakan ekonomi yang salah, seperti pengurangan pajak yang justru melemahkan defisit anggaran.

Krisis ekonomi Sri Lanka berdampak besar bagi rakyatnya. Kurangnya bahan bakar, makanan, dan obat-obatan menjadi hal yang lumrah. Inflasi melonjak hingga mencapai 70%, dan banyak orang kehilangan pekerjaan.