Sengit di Industri Nikel: INCO, ANTM, hingga HRUM Berlomba di Kuartal III-2024
- Industri nikel Indonesia kembali memanas hingga kuartal III/2024. Temukan siapa yang memimpin pasar, dari INCO, ANTM, hingga HRUM, di tengah fluktuasi harga dan tantangan global.
Korporasi
JAKARTA - Bisnis nikel di Indonesia kembali menjadi sorotan hingga kuartal III-2024. Beragam emiten berlomba mencetak penjualan terbaik di tengah fluktuasi pasar dan tantangan industri. Dari deretan perusahaan tersebut, siapa yang paling bersinar?
Berdasarkan data yang dihimpun TrenAsia, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berhasil memimpin penjualan nikel dengan nilai fantastis mencapai Rp11,23 triliun. Meski demikian, capaian ini sebenarnya menunjukkan penurunan sebesar 24,4% dibandingkan kuartal III-2023 yang mencapai Rp14,87 triliun.
Tidak hanya itu, laba bersih INCO juga tertekan, turun tajam hingga 78,5% menjadi Rp810,57 miliar dari Rp3,7 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Di posisi kedua, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatatkan penjualan nikel sebesar Rp6,10 triliun, meskipun turun drastis 39,5% dari Rp10,09 triliun pada tahun sebelumnya.
- DPR: Kemenkes Harus Tegak Lurus dengan Menteri dalam Penyusunan Rancangan Permenkes
- Analis Apindo: Tax Amnesty Kebijakan Kurang Ideal, Tapi Dibutuhkan
- Aplikasi Kaya, Platform Investasi AI untuk yang Tak Punya Banyak Waktu Luang
Uniknya, pendapatan ANTM dari berbagai komoditas lain, seperti emas, feronikel, dan alumina, justru melonjak 39,8% menjadi Rp43,2 triliun. Namun, laba bersih ANTM tetap terkoreksi, turun 22,5% menjadi Rp2,2 triliun dari Rp2,84 triliun.
Tak kalah menarik, PT Harum Energy Tbk (HRUM) menduduki peringkat ketiga dengan penjualan nikel sebesar Rp4,97 triliun. Pendapatan total perusahaan ini, yang juga melibatkan batu bara dan feronikel, melonjak 50,7% menjadi Rp15,20 triliun. Sayangnya, laba bersih HRUM justru merosot 34,8% menjadi Rp1,10 triliun dari Rp1,70 triliun.
Ada pula kejutan dari PT Central Omega Resources Tbk (DKFT), yang mencatatkan lonjakan penjualan nikel hingga 90,8%, mencapai Rp947,87 miliar dibandingkan Rp496,76 miliar pada periode yang sama tahun lalu. PT PAM Mineral Tbk (NICL) juga menunjukkan pertumbuhan positif dengan penjualan nikel meningkat 13,1% menjadi Rp821,35 miliar.
Namun, tidak semua emiten mencatatkan kenaikan. PT Ifishdeco Tbk (IFSH) mengalami penurunan penjualan sebesar 28,8% menjadi Rp709,29 miliar, sementara PT Timah Tbk (TINS) mencatat penjualan nikel hanya Rp56,85 miliar, anjlok 46,9% dari Rp107,26 miliar tahun sebelumnya.
Meski angka-angka ini menggambarkan tantangan yang dihadapi industri, persaingan tetap sengit, dengan masing-masing emiten berupaya mengoptimalkan strategi untuk terus bersaing di pasar global.
Tujuh emiten dengan penjualan nikel terbesar hingga kuartal III-2024:
- PT Vale Indonesia Tbk (INCO): Rp11,23 triliun
- PT Aneka Tambang Tbk (ANTM): Rp6,10 triliun
- PT Harum Energy Tbk (HRUM): Rp4,97 triliun
- PT Central Omega Resources Tbk (DKFT): Rp947,87 miliar
- PT PAM Mineral Tbk (NICL): Rp821,35 miliar
- PT Ifishdeco Tbk (IFSH): Rp709,29 miliar
- PT Timah Tbk (TINS): Rp56,85 miliar
Persaingan di sektor nikel tampaknya masih akan memanas, terutama dengan semakin gencarnya pengembangan hilirisasi industri di Indonesia. Siapa yang akan bertahan dan menjadi pemimpin di masa depan? Hanya waktu yang akan menjawab.