
Sengketa Sewa Perkantoran Senilai Rp6,46 M, Bukalapak Ajukan PKPU terhadap Harmas
- Berdasarkan perjanjian, gedung yang disewa seharusnya siap digunakan antara Maret hingga Juni 2018. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, ruang perkantoran yang layak tidak tersedia.
Korporasi
JAKARTA - PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) secara resmi mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Harmas Jalesveva (Harmas) di Pengadilan Niaga Jakarta. Langkah ini diambil sebagai respons atas kewajiban finansial yang belum dipenuhi oleh Harmas terhadap Bukalapak.
Permohonan ini didasarkan pada kegagalan Harmas dalam memenuhi perjanjian terkait penyediaan ruang perkantoran untuk Bukalapak. Kesepakatan tersebut tertuang dalam beberapa Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pada 8 Desember 2017, 15 Maret 2018, dan 3 Mei 2018.
Berdasarkan perjanjian, gedung yang disewa seharusnya siap digunakan antara Maret hingga Juni 2018. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, ruang perkantoran yang layak tidak tersedia.
- Trump vs Uni Eropa: KTT Darurat di Paris Jadi Ajang Permusuhan Amerika dan Eropa
- Menakar Peluang Buyback Saham BMRI, BBNI, dan BBRI di Tengah Penurunan Pasar
- Kebijakan Seimbang Industri Tembakau: Pilar Penting dalam Capat Target Ekonomi 8 Persen
Harmas juga beberapa kali meminta perpanjangan waktu tanpa kepastian, yang akhirnya membuat Bukalapak mengalami kerugian operasional akibat ketidakpastian ini.
Bukalapak Telah Melaksanakan Kewajibannya
Sebagai bagian dari kesepakatan, Bukalapak telah membayar booking deposit sebesar Rp6,46 miliar antara Januari hingga Mei 2018.
Dengan pembayaran ini, seharusnya Harmas telah siap menyediakan ruang kantor sesuai yang dijanjikan. Namun, kenyataannya, fasilitas yang dijanjikan tidak kunjung tersedia hingga tenggat waktu yang ditentukan.
Pemutusan Kerja Sama dan Upaya Hukum Bukalapak
Karena ketidakmampuan Harmas dalam memenuhi kewajibannya, Bukalapak akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kerja sama secara resmi pada 2 September 2019.
Keputusan ini diambil setelah beberapa kali memberikan kesempatan kepada Harmas untuk menyelesaikan tanggung jawabnya. Dalam butir 39 LoI, penyewa memiliki hak untuk membatalkan perjanjian jika pemberi sewa gagal memenuhi kewajibannya, seperti yang terjadi dalam kasus ini.
Sebagai tindak lanjut, Bukalapak telah mengirimkan somasi kepada Harmas pada Januari dan Februari 2021 untuk menuntut pengembalian dana deposit Rp6,46 miliar. Namun, permintaan ini diabaikan oleh pihak Harmas tanpa ada tanggapan atau penyelesaian.
Pernyataan Resmi dari Bukalapak
Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, Kurnia Ramadhana, menegaskan bahwa langkah hukum ini diambil demi memastikan keadilan bagi perusahaan dan menciptakan kepastian hukum dalam dunia bisnis di Indonesia.
“Kami telah memberikan kesempatan yang cukup kepada Harmas untuk menyelesaikan kewajibannya secara baik-baik. Namun, hingga saat ini tidak ada itikad baik untuk mengembalikan dana deposit yang telah kami bayarkan. Oleh karena itu, kami memilih jalur hukum dengan mengajukan permohonan PKPU agar Hakim Pengadilan Niaga dapat menilai dan memberikan keputusan yang adil,” ungkap Kurnia melalui keterangan tertulis yang diterima TrenAsia, Selasa, 18 Februari 2025.
Kurnia juga menegaskan bahwa utang yang belum diselesaikan oleh Harmas telah jatuh tempo dan secara hukum wajib diselesaikan.
- Peluang Cuan Saham ANTM hingga BRMS Seiring Harga Emas Tembus Rekor Baru
- Bukalapak Mulai Bergerak, LQ45 Hari Ini 11 Februari 2025 Melemah Tipis
- Kinerja Antam (ANTM) 2025-2026 Diramal Positif, Target Saham Naik
“Fakta yang kami ajukan sangat jelas. Bukalapak telah memenuhi kewajibannya sesuai perjanjian, tetapi Harmas tidak melakukan hal yang sama dan tidak mengembalikan dana deposit tersebut. Kami berharap Pengadilan Niaga Jakarta mengabulkan permohonan ini agar proses penyelesaian utang dapat berjalan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku,” tambahnya.
Dengan permohonan PKPU ini, Bukalapak berharap mendapatkan keadilan atas hak finansial yang seharusnya dikembalikan oleh Harmas. Selain itu, langkah ini juga bertujuan untuk menegakkan kepastian hukum dalam dunia bisnis serta memastikan bahwa prinsip tanggung jawab kontraktual tetap dijunjung tinggi dalam praktik bisnis di Indonesia.